Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Firli Bahuri Serahkan Keputusan ke Dewas

Cah/P-5
05/9/2020 05:54
Firli Bahuri Serahkan Keputusan ke Dewas
Ketua KPK Firli Bahuri seusai mengikuti sidang lanjutan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik di Gedung KPK C1, Jakarta, kemarin.(ANTARA/ELORA RANU)

DEWAN Pengawas (Dewas) kembali menjadwalkan pemeriksaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Selasa (8/9). Keterangan Firli masih dibutuhkan untuk memutuskan soal dugaan pelanggaran kode etiknya.

“Sidang etik lanjutan untuk terperiksa Pak FB (Firli Bahuri) Selasa depan pukul 14.00 WIB,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurut dia, sidang kali ketiga dalam penanganan laporan dugaan pelanggaran etik dengan terlapor Firli tidak ada pemeriksaan saksi. Agenda sidang hanya fokus meminta keterangan Firli. “Tidak ada saksi lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Firli Bahuri telah memenuhi panggilan kedua sidang Dewas mengenai dugaan pelanggaran etik penggunaan helikopter mewah. Namun, ia enggan mengomentari jalannya sidang dan menyerahkannya ke Dewas. “Kita ikuti saja, ya,” ucap Firli seusai sidang itu di Gedung KPK, Jakarta.

Firli yang dikawal tiga ajudan langsung meninggalkan tempat sidang. Pemeriksaan terhadap Firli kali kedua ini menghadirkan empat orang
saksi. Tiga orang di antaranya berasal dari luar institusi KPK dan satu rekan kerja Firli di KPK.

“Yang digali dari saksi-saksi itu sangat standar, yakni apa yang mereka tahu, dengar, dan lihat tentang dugaan pelanggar an etik oleh terperiksa,” kata Syamsuddin.

Diketahui, sidang dugaan pelanggaran etik Firli sedianya digelar pada Senin (31/8). Namun, KPK memutuskan menutup gedung pada 31
Agustus-2 September 2020 lantaran 23 pegawai dan satu tahanan KPK terkonfirmasi positif covid-19.

Secara terpisah, pakar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji menegaskan pendekatan kerja Dewas KPK untuk perbaikan internal. Maka itu, setiap putusan atas dugaan pelanggaran etik tidak perlu diumumkan ke publik.

“Putusan mengenai ada atau tidak adanya pelanggaran etik, tidak perlu diumumkan ke publik dan ini mengikat sebatas internal,” paparnya kepada Media Indonesia, kemarin.

Mengenai efek jera, kata dia, persoalan etik tidak membutuhkannya. Pasalnya, deterrent effect hanya tepat untuk penanganan kasus tindak pidana.

“Mengingat efek jera ini lebih implementatif diterapkan apabila ada pelanggaran hukum dan tidak dalam konteks pelanggaran etik dan disiplin,” pungkasnya. (Cah/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya