Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Bamsoet Sebut Pandemi Tuntut Semua Pihak Beradaptasi

Putri Rosmalia Octaviyani
14/8/2020 10:41
Bamsoet Sebut Pandemi Tuntut Semua Pihak Beradaptasi
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan pidato pengantar dalam rangka sidang tahunan MPR di Ruang Rapat Paripurna, Komplek Parlemen, Jakarta(ANTARA/Galih Pradipta)

KETUA MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan pandemi covid-19 secara alamiah telah membentuk tatanan dunia baru dan kondisi normal baru dalam berbagai sendi kehidupan. Oleh karena itu, semua pihak harus bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan kondisi itu untuk mencegah keterpurukan.

"Kita sebagai bangsa dituntut mampu menyesuaikan dengan tatanan baru itu, agar kita tetap eksis dan dapat beradaptasi dengan kondisi normal baru tersebut, tanpa kehilangan jatidiri bangsa kita," ujar Bamsoet, dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR bersama DPR dan DPD RI, di gedung parlemen, Jakarta, Jumat (14/8).

Bamsoet mengatakan MPR akan menjadikan Pancasila sebagai landasan etika dan moral bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai macam tantangan bangsa baik internal maupun eksternal.

Baca juga: Bamsoet Luput Menyebut Jusuf Kalla

Sejalan dengan itu, maka Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa harus terus disosialisasikan, agar dapat menjadi landasan moral dan etik dalam membangun etika politik, etika sosial dan budaya, etika ekonomi dan bisnis, etika pemerintahan, etika lingkungan dan etika keilmuan.

"Dalam kerangka ini, maka dalam waktu dekat MPR akan menyelenggarakan Konvensi Tentang Etika Kehidupan Berbangsa bersama sama dengan Komisi Yudisial dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), untuk menggairahkan kembali pentingnya Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa bagi pembangunan jatidiri bangsa Indonesia," ujar Bamsoet.

Bamsoet mengatakan, pandemi covid-19 berikut implikasinya juga tidak hanya berdampak secara langsung terhadap kesehatan masyarakat maupun pendidikan, tetapi juga dimensi yang lain khususnya di bidang ekonomi.

Seperti diketahui bahwa pada periode Maret sampai pertengahan bulan Agustus 2020 merupakan fase terberat bagi perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 minus 5,32% dibanding triwulan II- 2019.

"Memburuknya perekonomian tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga pertumbuhan ekonomi global yang merosot tajam karena terganggunya aktivitas perekonomian akibat pandemi covid-19," ujar Bamsoet.

Bank Dunia melansir bahwa resesi sudah hampir pasti terjadi di seluruh wilayah ekonomi dunia. Resesi akibat covid-19 ini merupakan yang terburuk dalam sejarah sejak Perang Dunia II.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah melansir proyeksi serupa. Bahkan, dalam outlook yang dipublikasikan pada bulan April 2020, IMF menyebut resesi kali ini lebih dalam daripada era Great Depression pada tahun 1930-an.

Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pun melansir proyeksi yang sama. Dalam laporan terbarunya, OECD menyebut, pandemi covid-19 semakin membuat dunia terseret dalam jurang resesi terburuk di luar periode perang dalam 100 tahun.

"Dampak ekonomi akibat virus korona sangat buruk sekali. Pemulihannya akan lambat dan krisis akan memiliki dampak yang bertahan lama, secara tidak proporsional mempengaruhi golongan masyarakat yang paling rentan," ujarnya.

Jika tidak segera diatasi, ujar Bamsoet, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor. Mulai dari macetnya kredit perbankan hingga lonjakan inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya deflasi yang tajam karena perekonomian tidak bergerak. Kemudian, neraca perdagangan akan menjadi minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. Dalam skala riilnya, dampak resesi terhadap sebuah negara adalah meningkatnya pengangguran, anjloknya pendapatan, ekonomi dan penanganan covid-19.

"Keputusan Pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kami pandang sangat tepat, mengingat persoalan ekonomi dan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan penanganan covid-19," ujarnya.

Bamsoet mengatakan pengalaman sejumlah negara menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Tidak sedikit negara yang lebih mengutamakan penanganan kesehatan pada akhirnya menghadapi persoalan ekonomi yang kompleks, bahkan sampai terjadi resesi.

"Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan penyelesaian persoalan kesehatan dan sekaligus perekonomian. Tentu dengan catatan, bahwa kesehatan tetap menjadi prioritas karena dengan sehat, persoalan ekonomi menjadi lebih mudah penanganannya," ujarnya.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah peringatan dari Food and Agricultural Organization (FAO), mengenai ancaman krisis pangan akibat pandemi covid- 19. Pertarungan dalam memenuhi dan mengawal ketersediaan pangan akan menjadi penentu gerak bandul geopolitik global. Kondisi ini memaksa setiap negara merancang politik pangan, pertama-tama, untuk kepentingan domestiknya.

"Dalam kaitan ini, Pimpinan MPR perlu mengingatkan bahwa produksi dalam negeri akan menjadi tumpuan utama bagi kita saat ini. Fasilitas produksi, seperti mesin dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri," ujarnyan

Mengingat 93% mayoritas petani Indonesia adalah petani kecil, maka fasilitas dan bantuan sangat dibutuhkan agar mereka terbantu untuk meningkatkan kinerja produksinya. Dalam situasi pandemi saat ini, selain fasilitas atau bantuan, diperlukan juga protokol produksi yang dapat menjamin kualitas dan keamanan pangan yang terbebas dari covid-19. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya