Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Pilkada Jadi Ajang Tukar Guling Jabatan

Cahya Mulyana
07/8/2020 06:30
Pilkada Jadi Ajang Tukar Guling Jabatan
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan memberikan paparan dalam diskusi virtual Gerakan Nasional Netralitas(MI/AGUS M)

PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) menjadi momentum pertaruhan bukan hanya bagi para kandidat, melainkan juga bagi aparatur sipil negara (ASN). Kandidat petahana kerap memerintahkan atau menerima dukungan dari calon atau kepala dinas untuk memobilisasi bawahan masing-masing dalam menjaring dukungan serta dana segar dari APBD.

Praktik itu tidak hanya dilakukan calon petahana, pendatang baru pun kerap memanfaatkan situasi itu atau dimanfaatkan ASN yang ingin naik jabatan. Semua itu berujung pada imbalan jabatan strategis alias jabatan basah bila sang calon yang diusung menjadi pemenang.

Itu merupakan imbas dari nafsu untuk menggapai kekuasaan dan jabatan dengan menerobos etika, norma, serta aturan yang berlaku.

Hal itu terungkap dari hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan responden 466 calon
kepala daerah yang gagal terpilih pada tiga pilkada sebelumnya, yakni 2015, 2017, dan 2018. Dari kajian itu, komisi antirasuah menyatakan lebih dari 80% calon kepala daerah mendapat donatur untuk membiayai kampanye.

Praktik serupa pun berpotensi besar terjadi dalam pilkada yang akan dihelat 9 Desember mendatang. Kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi KPK, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kepolisian, Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mengantisipasi dan membekuk para pelaku.

“Berkaca dari hasil survei KPK soal mobilisasi dan turut serta ASN dalam pilkada, juga berpotensi kuat terjadi pada Pilkada 2020,” kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurutya, modus serupa masih melatarbelakangi ASN untuk turut serta menjadi bagian dari tim peme-
nangan calon kepala daerah. ASN yang masih menduduki jabatan biasa akan bertarung dengan koleganya dalam mengumpulkan pundi-pundi uang serta dukungan untuk kandidat pilihannya.

“Modusnya untuk naik jabatan, tetap dalam jabatan hingga duduk di jabatan yang subur. Kalau ASN su-
dah tidak netral sudah pasti korupsi terjadi,” tegasnya.

Ia memaparkan temuan KPK itu diharapkan menjadi bahan bagi pihak yang memiliki kewenangan untuk mengantisipasi dan menindak praktik tersebut.

“Sudah kita serahkan, tapi yang peran penting kan Komisi ASN, BKN, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri. Kalau KPU sih enggak terlalu terlibat, ya (dalam menindak praktik ini),” ujarnya.

Pahala menjelaskan korban dari lingkaran setan para pencari jabatan ialah pejabat paling bawah. Pasalnya, mereka dituntut mengikuti perintah atasannya meskipun harus melanggar aturan.

“Susah nih di pilkada. ASN harus netral, tapi mereka dimobilisasi sama kepala dinas, ya, enggak berani juga dia. Lalu, kepala dinasnya diminta cari duit buat kampanye kepala daerah yang maju lagi, juga enggak berani dia nolak. Kalau menolak diganti dan banyak yang ngantri. Mereka terjebak di lingkaran itu-itu juga,” pungkasnya.

Tidak memenuhi syarat

Bawaslu RI menemukan 805.856 pemilih di 204 kabupaten/kota yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) pada Pemilu 2019 terdaftar pada daftar pemilih Pilkada 2020.

Siaran pers Bawaslu yang diterima di Jakarta, kemarin, menyebutkan temuan tersebut didapatkan Bawaslu dari hasil sementara pengawasan pelaksanaan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih Pilkada 2020.

Dari tahapan coklit yang dimulai 15 Juli hingga 4 Agustus lalu, Bawaslu telah menghasilkan pengawasan terhadap kualitas daftar pemilih A-KWK, sedangkan proses tahapan coklit masih akan berlangsung hingga 13 Agustus 2020. (Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya