Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

RUU HIP Mengarah ke Tafsir Tunggal

Dhika Kusuma Winata
22/6/2020 06:40
RUU HIP Mengarah ke Tafsir Tunggal
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera(MI/ROMMY PUJIANTO)

RUU HIP mendapat penolakan dari banyak pihak. Pemerintah sudah memutuskan untuk menunda membahas dengan DPR.

Apa tanggapan fraksidi DPR, terutama PKS? Berikut wawancara wartawan Media Indonesia dengan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera.


PEMERINTAH sudah memutuskan menunda pembahasan RUU HIP dan DPR diminta menjaring aspirasi masyarakat. Apa langkah yang sebaiknya diambil DPR saat ini?

Melihat kontroversi dan tergerusnya modal sosial masyarakat, bijak jika pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan dan menariknya dari prolegnas (program legislasi nasional). Masalah ideologi kita sudah fi nal. Pancasila ialah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, dan rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia.


Mengapa PKS kencang mengkritisi dan memandang RUU HIP perlu ditarik dari prolegnas?

Masalah ideologi sudah selesai. Sekarang bagaimana kita menurunkan working ideology itu. Pancasila agar menjadi satuan sistem strategis yang menjamin koperasi berkembang, UMKM maju, kemudian pendidikan dan kesehatan berkualitas.


PKS menangkap RUU HIP mencoba menghasilkan tafsir tunggal Pancasila?

Jika melihat ada beberapa pasal yang menafsirkan demokrasi ekonomi Pancasila dan demokrasi politik Pancasila, semua ini dapat mengarah ke peneguhan tafsir tunggal versi baru. Pancasila mestinya kita usahakan selalu menjadi ideologi terbuka dengan kukuh menjaga sejarahnya.


Ada alasan RUU HIP ini juga untuk memperkuat BPIP. Apakah ada korelasinya?

Jika untuk memperkuat BPIP, mestinya tidak memuat Pasal 7 yang memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila karena konsensus bersama kita merujuk Pancasila pada 18 Agustus 1945. RUU HIP yang sekarang malah membahayakan keberadaan BPIP, bukan menguatkan.

Posisi BPIP sudah cukup kukuh sekarang ini. Di Komisi II DPR kami mendukung BPIP, bahkan sudah disetarakan dengan kementerian. Anggaran ditambah, tidak ada masalah. Tapi ketika RUU ini masuk pada bidang lain, justru menimbulkan polemik.


Dalam rapat-rapat di Baleg, PKS keberatan tidak dimasukkannya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 soal larangan komunisme. Apakah kekhawatiran bangkitnya komunisme tidak berlebihan?

Wajar dimasukkannya Tap MPRS Nomor XXV/MPS/1966 karena kita ingin membahas ideologi. Karena itu, batasi dahulu dengan meneguhkan pelarangan komunisme. Itu bagian dari usaha agar tafsir terhadap Pancasila tidak ahistoris. Pancasila ialah kesepakatan dan ikatan bersama kita dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, yakni untuk melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia. Kita saat ini hanya butuh membumikan Pancasila. (Dhk/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya