Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Ini Alasan RUU HIP Tidak Perlu Dibuat

Cahya Mulyana
15/6/2020 09:38
Ini Alasan RUU HIP Tidak Perlu Dibuat
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti(MI/ADAM DWI)

PEMERINTAH dan DPR mesti mengutamakan secara seksama penanggulangan virus korona atau covid-19. Kemudian Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila atau HIP tidak penting untuk ditindaklanjuti serta dapat menurunkan kadarnya dari sebelumnya di UUD 1945.

"Secara umum, menurut saya RUU ini tidak diperlukan karena dua sebab. Pertama, soal urgensi dan kontekstualitas produk legislasi yang dihasilkan oleh DPR pada suatu waktu. Fokus lembaga legislatif di manapun saat ini adalah soal menghadapi pandemi covid-19 dan akibat turunannya seperti pengangguran, ekonomi juga hal lain," kata Pakar Hukum Tata Negara dan Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti kepada Media Indonesia, Senin (15/6).

Menurut dia, pengawalan DPR terhadap penanganan virus korona dengan seluruh fingsinya yakni mulai dari legislasi, pengawasan, maupun anggaran. 

Kritik soal RUU yang tetap disahkan oleh DPR, bukan berarti DPR tidak boleh bekerja melainkan supaya substansinya tetap mencerminkan kehendak rakyat.

"Pancasila tentu amat sangat penting, tetapi masalah riil yang kita hadapi adalah pandemi covid-19. Pancasila penting, tapi tidak urgent," ujarnya.

Baca juga: Titik Rawan RUU HIP

Alasan kedua, kata dia, RUU HIP justru menempatkan Pancasila menjadi ke bawah. Dalam hukum, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, bahkan lebih tinggi dari UUD.

"Ketika ia diturunkan menjadi sebuah UU, menjadi tidak tepat karena Pancasila jadi dimaknai ulang utk bisa menjadi UU dan juga ditempatkan seakan-akan di bawah. Juga, dari segi perancangan peraturan, RUU HIP ini juga menjadi tidak lazim, karena yang namanya UU biasanya normanya berisi norma pengatur perilaku dan kelembagaan," paparnya.

Sementara  RUU ini, isinya tidak ada siapa melakukan apa tetapi benar-benar seperti asas-asas. Bukan berarti melanggar hukum melainkan menjadi tidak operasional. Satu-satunya yang operasional hanya soal BPIP.

"Kalau memang politik hukum RUU HIP adalah kejelasan kelembagaan BPIP, silakan bentuk saja RUU tentang BPIP. Jadi tidak ada pasal-pasal tertentu yang saya tolak, tapi RUU ini tidak perlu, karena tidak urgen dan tidak operasional," tegasnya.

Pembubaran PKI

Bivitri mengatakan Ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang, perlu dipahami, perancangan peraturan dipandu oleh UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lampiran II mengenai teknis perancangan. Bagian mengingat merupakan dasar hukum pembentukan peraturan dan memuat (a) Dasar kewenangan pembentukan UU dan (b) Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan UU tersebut, butir ke-28 lampiran 2 UU 12 tahun 2011.

"Materi muatan RUU HIP memang mengenai Pancasila dan BPIP dan tidak mengatur komunisme, sehingga tidak mencantumkan Tap MPRS tersebut sebagai dasarnya," ujarnya.

Ia juga memahami banyak kritik dari kelompok Islam dan juga dari MUI, bahwa kekuatiran di soal wacana yang sangat mirip dengan komunisme. "Kalau saya, tidak melihat hal itu. Menurut saya isinya bukan soal komunisme dan membuka peluang komunisme. Gagasan pemerataan pembangunan dan demokrasi Pancasila bukanlah ajaran komunisme," jelasnya.

Kalau soal Tap MPR sebenarnya bukan tentang PKI atau komunisme, jadi secara perancangan RUU HIP tidak perlu memuatnya. Kalau nanti karena negosiasi politik itu dimasukan sah-sah saja, tetapi jadinya tidak lazim.

"Makanya kalau saya termasuk yang berpendapat UU ini tidak urgent sekarang. Lebih baik konsentrasi ke hal lebih urgent. Dan kalau mau melembagakan BPIP, langsung saja membuat RUU tentang BPIP. Biarkan Pancasila tetap menjadi sumber dari segala sumber hukum," pungkasnya. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya