Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Gandeng Fintech, Kemendagri Bantah Bocorkan Data Kependudukan

Tri Subarkah
14/6/2020 23:57
Gandeng Fintech, Kemendagri Bantah Bocorkan Data Kependudukan
Ilustrasi data kependudukan lewat KTP(Ilustrasi)

DIREKTORAT Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri membantah kerja sama yang dilakukan oleh 13 perusahaan swasta menyebabkan kebocoran data kependudukan.

Perjanjian kerja sama tersebut antara lain dilakukan kepada tiga perusahaan penyedia jasa teknologi finansial (fintech), yakni PT Pendanaan Teknologi Nusa (pendanaan.com), PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman), dan PT Ammana Fintek Syariah (Amman).

Menurut Ditjen Dukcapil Kemendagri, kerja sama dengan fintech hanya memberikan hak akses verifikasi pemanfaatan data kependudukan. Hal itu merupakan amanat Pasal 79 dan Pasal 58 UU No 24 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 79 terkait dengan Hak Akses Verifikasi Data dan Pasal 58 terkait dengan ruang lingkupnya.

"Data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri dimanfaatkan untuk semua keperluan, antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal," terang Ditjen Dukcapil melalui rilis yang mediaindonesia.com terima, Minggu (14/6).

Kerja sama kepada fintech tersebut juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan layanan publik. Terlebih, industri fintech memiliki mitigasi risiko tinggi pinjaman fiktif mengingat proses identifikasi konsumen dilakukan secara jauh. Oleh sebab itu, pemanfaatan data kependudukan seperti NIK dan KTP-el merupakan suatu kebutuhan besar.

"Diharapkan hak akses pemanfaatan data kependudukan ini dapat mencegah peminjam fiktif sehingga dapat memajukan industri yakni memperkuat peranannya dalam menyalurkan pinjaman ke masyarakat yang belum terakses lembaga jasa keuangan," kata Ditjen Dukcapil.

Kemendagri sendiri telah mengatur perusahaan yang ingin mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan. Secara teknis, aturan itu tertuang dalam Permendagri No 102 Tahun 2019. Salah satu persyaratannya yang harus dipenuhi adalah surat keterangan izin usaha serta rekomendasi tertulis dari otoritas pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha bagi badan hukum Indonesia.

Baca juga : Kemendagri: Kepala Daerah Segera Cairkan Anggaran Pilkada 2020 

Ketiga perusahaan fitech yang telah disebutkan sebelumnya, kata Ditjen Dukcapil, telah mendapatkan izin operasi serta rekomendasi tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan tersebut juga harus menjaga kerahasiaan data kependudukan.

Hak akses verifikasi data yang diberikan kepada ketiga perusahaan fintech tersebut tidak memungkinkan untuk melihat secara keseluruhan ataupun satu per satu penduduk. Lebih lanjut, hak akses itu hanya memungkinkan untuk proses verifikasi sesuai atau tidaknya data yang diberikan seorang penduduk yang akan menjadi calon nasabah fintech dengan database kependudukan.

Misalnya, calon nasabah bernama Budi akan mengajukan pinjaman ke perusahaan fintech tersebut. Budi lantas memberikan data diri seperti yang disyaratkan oleh perusahaan seperti NIK.

Data yang diberikan oleh Budi tersebut lantas diverifikasi oleh perusahaan fintech dengan database kependudukan Kemendagri. Melalui proses verifikasi tersebut, perusahaan fintech akan mendapakan respon berupa notifikasi "SESUAI" atau "TIDAK SESUAI".

Kemendagri menjamin pihaknya selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem untuk memastikan hak akses verifikasi data berada dalam koridor hukum.

"Terhadap pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan dikenakan pidana penjara selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 95A UU No 24 Tahun 2013," pungkas Ditjen Dukcapil. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik