Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Harta tidak Wajar, Nurhadi Dijerat TPPU

Cahya Mulyana
12/6/2020 05:15
Harta tidak Wajar, Nurhadi Dijerat TPPU
Mantan Sekretaris Mahkahamah Agung (MA) Nurhadi dikawal petugas masuk menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).(MI/Susanto)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menyempurnakan penanganan kasus dugaan suap dan gratifi kasi terkait dengan penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Kasus dengan tersangka mantan Sekjen MA Nurhadi itu akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) guna menimbulkan efek jera.

“Sekarang kita memang akan tetap melekatkan TPPU dengan TPK (tindak pidana korupsi) dalam kasus itu,” ungkap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurutnya, KPK tidak akan menuntaskan kasus itu secara parsial atau hanya pokok perkara, tapi bakal mendalami dugaan TPPU atau menelusuri aliran dana hasil korupsi yang dilakukan Nurhadi.

“Tidak akan dipenggal-penggal agar dapat berjalan sekaligus,” ujarnya. Mengenai teknisnya seperti pembuktian terbalik, ia memercayakan seutuhnya kepada penyidik KPK yang sedang bekerja. “Kalau teknis itu ranah penyidik karena penyidik yang nanti akan bekerja,” tutur Lili.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai arah penyidikan KPK terhadap Nurhadi sangat tepat. “Penanganan kasus ini harus dikembangkan. Setidaknya dalam konteks penggunaan dana dugaan hasil penerimaan suap dan gratifi kasi sebesar Rp46 miliar. Pihak lain dalam hal ini seperti keluarga Nurhadi harus diselidiki lebih lanjut.”

Menurut dia, penerapan TPPU dalam kasus Nurhadi merupakan keharusan, mengingat yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar. “KPK juga harus mengenakan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi serta Rezky Herbiyono yang sempat ditetapkan sebagai buron oleh KPK sejak Februari,” terangnya.


Terus dikembangkan

Untuk mengembangkan kasus tersebut, KPK memeriksa anak Nurhadi, Rizqi Aulia Rahmi, sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifi kasi kasus di MA pada 2011 hingga 2016. “Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka HSO (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri.

KPK juga memanggil seorang wiraswasta Hanjaya Adikarjo. Namun, KPK belum membeberkan keterlibatan kedua saksi dalam kasus rasuah tersebut. *Lembaga antirasuah terus mendalami keterlibatan orang-orang di sekitar Nurhadi. Pada Rabu (10/6), KPK memanggil aparatur sipil negara (ASN) MA Kardi untuk tersangka Hiendra. Kuat dugaan Kardi memegang kendali aset milik istri Nurhadi, Tin Zuraida.

“Penyidik mengonfirmasi dan mendalami keterangan saksi terkait adanya dugaan aset milik TZ (Tin Zuraida) yang berada di bawah kekuasaan Kardi,” ucap Ali.

Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, ditangkap pada Rabu, 2 Juni 2020. Keduanya menjadi buron sejak pertengahan Februari 2020.

Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto lewat menantunya, Rezky. Suap dimaksudkan memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi juga diduga menerima sembilan lembar cek dari Hiendra terkait dengan peninjauan kembali (PK) perkara di MA.

Selain itu, Nurhadi juga diduga mengantongi Rp12,9 miliar dalam kurun Oktober 2014 sampai Agustus 2016.

Nurhadi dan Rezky antara lain dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) dan/atau Pasal 12B UU Nomor 20 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Hiendra disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya