ICW Nilai Penindakan KPK Senyap

RIFALDI PUTRA IRIANTO
08/5/2020 07:40
ICW Nilai Penindakan KPK Senyap
Logo KPK di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta.(MI/ROMMY PUJIANTO)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini semakin lemah dalam melakukan penindakan kasus tindak pidana korupsi.

Penilaian itu dilihat dari jumlah lima tersangka yang masuk ke daftar pencarian orang (DPO). Kelima tersangka yang masuk dalam DPO, yakni Harun Masiku, Nurhadi, Rezky Herbiyono, Hiendra Saputra, dan yang terbaru Samin Tan.

“Setidaknya sudah ada lima tersangka yang masuk dalam DPO, ICW pesimistis buronan tersebut dapat ditangkap KPK,” ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, kemarin.

“Buktinya, Harun Masiku yang sudah jelas-jelas berada di Indonesia saja tidak mampu diringkus KPK. Akhirnya, model penindakan senyap yang selama digaungkan Ketua KPK terbukti, benar-benar senyap, minim penindakan, surplus buronan,” imbuhnya.

Kurnia mengatakan tak mengherankan bila publik menilai KPK di bawah kepemimpinan Firli tidak lagi disegani. “Tak salah jika publik menilai KPK di era Firli Bahuri tidak lagi menjadi komisi pemberantasan korupsi, melainkan komisi pembebasan koruptor. Perlahan, tapi pasti, masyarakat semakin diperlihatkan KPK benar-benar menjadi lembaga yang tidak lagi disegani,” tukasnya.


DPO

Sebelumnya, KPK menetapkan tersangka Samin Tan sebagai buronan atau masuk ke DPO. Pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal (BLEM) itu ditetapkan sebagai buron lantaran mangkir dari dua panggilan pemeriksaan.

“KPK memasukkan SMT (Samin Tan) ke DPO sejak 17 April 2020. KPK juga telah mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia tertanggal 17 April 2020 perihal DPO atas nama SMT,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (6/5).

Pertama, ia tidak datang dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK untuk hadir pada 2 Maret 2020. Adapun KPK telah mengirimkan surat panggilan pada 28 Februari 2020. *Kemudian, KPK mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada 2 Maret 2020 untuk pemeriksaan pada 5 Maret 2020.

Tersangka kembali tidak memenuhi panggilan KPK dan mengirimkan surat dengan alasan sakit menyertai surat keterangan dokter. Dalam surat tersebut, tersangka SMT menyatakan akan hadir pada 9 Maret 2020.

Pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Samin. Atas dasar surat itu, KPK melakukan pencarian ke beberapa tempat, antara lain dua rumah sakit di Jakarta, apartemen milik tersangka di kawasan Jakarta Selatan, dan beberapa hotel di Jakarta Selatan.

“Namun, hingga saat ini keberadaan SMT (Samin) belum diketahui sehingga sesuai dengan Pasal 12 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK berwenang meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani,” imbuh Ali.

Dalam kasus itu, Samin Tan diduga memberi hadiah atau janji kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR periode 2014-2019 dari Partai Golkar terkait dengan PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM. Menurut KPK, jumlah suap pengurusan kontrak itu senilai Rp5 miliar. (Rif/Dhk/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya