Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MANTAN Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Suhartono Suratman, mengaku tidak mengetahui adanya kasus suap yang dilakukan dua anak buahnya kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.
Dua anak buahnya tersebut yakni Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy yang dihukum dua tahun delapan bulan penjara dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy satu tahun delapan bulan penjara.
Keduanya menjadi narapidana kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI Pusat. Senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,64 miliar atau total mencapai Rp20,14 miliar yang diterima Imam.
"Selama 40 tahun saya tidak dibiasakan oleh pimpinan saya untuk melakukan hal seperti itu. Jadi apa yang dilakukan oleh Pak Hamidy dan Pak Johnny tanpa sepengetahuan saya," kata Suhartono saat menjadi saksi di persidangan Eks Menpora Imam Nahrawi, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (27/2).
Baca juga : Imam Nahrawi Kerap Meminta Dana Operasional Tambahan
Proposal dana hibah KONI kepada Kemenpora diajukan pada Agustus 2018 yang sebelumnya sempat ditolak oleh Suhartono. Namun, Hamidy tetap terus mengusulkan proposal tersebut.
Permohonan terkait Dana Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi tahun kegiatan 2018 sejumlah Rp17,9 miliar dari Rp27 miliar.
"Kalau bulan Agustus tidak keluar dananya ini tidak usah diusulkan. Lebih bagus kita tidak digaji, tidak usah makan, lebih bagus kita hidup seperti ini," ujar Tono.
Kasus suap baru diketahui oleh Tono pada 18 Desember 2018 ketika dua anak buahnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya luar negeri di Thailand bersama keluarga. Saya mendengar bahwa saudara Hamidy dan Johnny tertangkap tangan oleh KPK yaitu dengan dana yang diajukan Rp17 miliar," ungkap Tono.
Diketahui, Imam Nahrawi didakwa menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,64 miliar atau total mencapai Rp20,14 miliar. Suap dan gratifikasi itu terkait persetujuan dana hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). (Iam/OL-09)
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT), terkait dugaan suap proyek jalan di Sumatra Utara (Sumut).
Suap dan gratifikasi di sektor pendidikan biasanya terjadi karena adanya orang tua murid memaksakan anaknya masuk sekolah tertentu.
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp2 miliar dari hakim Djuyamto yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi minyak goreng
Perkara ini berkaitan dengan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan tingkat dasar, menengah, dan atas.
Herry Jung diduga memberi suap Rp6,04 miliar dari janji awal Rp10 miliar pada mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra.
Rumah tempat ditemukan uang tersebut ditempati oleh Didik (petani) dan istrinya (seorang guru) dengan KTP sebagai warga Desa Blimbingrejo, merupakan saudara Ali Muhtarom.
Penilaian terhadap potensi atlet tak melulu didasarkan pada raihan gelar, namun juga mempertimbangkan peluang mereka untuk berkembang.
Kabupaten Cianjur diharapkan juga bisa memiliki wartawan yang memiliki kompetensi khusus pada bidang olahraga.
Jakarta Martial Arts Extravaganza (JMAE) 2025, festival pertandingan dan atraksi dari tiga cabang olahraga, yaitu Wushu, Muay Thai, dan Pencak Silat akan digelar pada 30 April hingga 4 Mei.
Program ini merupakan langkah preventif penting untuk menjaga kesehatan atlet agar dapat terus berprestasi dan mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
KONI akan mendampingi Pergatsi dalam berkomunikasi dengan pemangku kepentingan terkait.
PON 2028 akan digelar di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan cabang olahraga yang dipertandingkan diutamakan bagi cabang-cabang olahraga Olimpiade.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved