Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Penyakit Pilkada Jangan Terulang

Cahya Mulyana
17/12/2019 08:40
Penyakit Pilkada Jangan Terulang
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini.(MI/BARY FATHAHILAH)

MASYARAKAT di 270 wilayah di Indonesia akan mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkhawatirkan prosesnya masih dibayangi penyakit lama, seperti mahar politik yang berpotensi memunculkan calon tunggal, politik uang, hingga isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). “Karena itu, guna meningkatkan mutunya, penyelenggara dan pengawas pemilu patut melakukan mitigasi berikut terobosan untuk penanganannya­,” katanya di Jakarta, kemarin.

Titi menyebutkan, langkah mitigasi perlu segera dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar bisa merumuskan pendekatan dan strategi pengawasan dan penegakan hukum yang tepat. “Bawaslu perlu memperhitungkan potensi penyakit pemilu kembali terulang pada Pilkada 2020. Itu agar tidak tergagap-gagap pada saat masuk tahapan,” paparnya.

Disebutkan, sejumlah tahapan rawan mencakup pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pungut hitung, serta rekapitulasi suara. “Ada beberapa masalah yang selalu menjadi permasalahan berulang dari pilkada ke pilkada seperti praktik mahar politik dalam pencalonan yang selalu memunculkan pengakuan, tapi sulit dilakukan penegakan hukum,” jelasnya.

Ia menambahkan, penyelenggara maupun pengawas pemilu juga perlu mengantisipasi kampanye jahat berupa penyebaran kabar bohong, fitnah, dan disinformasi pilkada. “Termasuk politisasi SARA dan juga hegemoni identitas. Jika ini dibiarkan, rentan menjadi pemicu terjadinya benturan antarmassa,” ujarnya

Karena itu, ungkap Titi, KPU dan Bawaslu perlu membangun pendekatan yang inklusif dalam melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang ada, khususnya tokoh masyarakat, tokoh agama, pemimpin adat, kelompok anak muda, dan juga para elite politik yang berkontestasi. “Mereka diminta komitmennya untuk penyelenggaraan pilkada damai yang bebas hoaks, politik uang, dan politisasi SARA,” ujarnya.

 

Minimalkan pelanggaran

Sementara itu, anggota Bawaslu RI Muhammad Afifuddin mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan strategi dalam menghadapi Pilkada serentak 2020 dengan meningkatkan peran serta masyarakat. Salah satunya mengajak publik melawan isu SARA dan politik uang. “Di antaranya yang sedang Bawaslu galakkan adalah membuat desa-desa antipolitik uang yang yang diharapkan menimbulkan pencegahan potensi penggunaan materi dalam pilkada hingga ujaran SARA,” katanya.

Menurut dia, Bawaslu ingin meminimalkan pelanggaran yang kerap muncul dalam kontestasi demokrasi dengan memberikan pendidikan politik khususnya mengenai pengawasan pemilu menjadi perhatian Bawaslu. “Kami juga menggelar deklarasi antipolitisasi SARA. Pelibatan masyarakat dengan sekolah kader pengawas juga diharapkan semakin membumikan nilai pengawasan,” ujarnya.

Terkait mengenai dasar hukum dan jumlah pengawas pemilu di tingkat daerah, ia menyebutkan, permasalahannya telah diselesaikan. “Bukti lain, semua sudah mendapat NPHD (di 270 daerah),” pungkasnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya