Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.
MK memutus mantan terpidana kasus korupsi diperbolehkan ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
Menanggapi hal itu, Komisi II DPR mengatakan putusan bersifat final dan harus dihormati. Masyarakat harus mengikuti aturan tersebut meski kontra dengan putusan tersebut.
"Ini bukan soal setuju atau tidak. Tapi ini karena keputusan MK bunyinya seperti itu," ujar Wakil Ketua Komisi II Arief Wibowo di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/12).
Baca juga: MK Izinkan Mantan Napi Korupsi Nyalon di Pilkada
Arief menegaskan putusan MK tidak dapat ditentang karena setara dengan undang-undang. Selain itu, pertimbangan dan syarat yang diberikan jelas, yakni tidak boleh melakukan korupsi berulang.
"Syaratnya jelas, tidak berulang-ulang kecuali berulang-ulang memang koruptor asli, maka pelajari delik soal korupsi secara luas supaya kita tahu korupsi itu seperti apa jadi dikasih jeda 5 tahun dan tidak berulang-ulang itu dibolehkan artinya itu menyangkut hak asasi manusia," ungkapnya.
Arief mengatakan, undang-undang putusan MK berlaku aktif dan tidak berlaku surut. Maka kewajiban partai selanjutnya ialah untuk menelusuri setiap rekam jejak calon.
"Putusan MK itu putusan positif sejak dibacakan dan dinyatakan tidak berlaku," tuturnya.(OL-5)
Pembangunan lapas baru, kata Willy, bisa saja misalnya ditambah di antara 363 pulau-pulau kecil yang ada di Aceh, atau di Sumatera Utara yang memiliki 229 pulau.
Komitmen parpol untuk tidak mengusung calon kepala daerah bersatus mantan napi koruptor merupakan upaya untuk memberantas korupsi yang terjadi di lingkungan kepala daerah.
KPU memastikan bahwa mantan narapidana korupsi yang telah memenuhi syarat bisa mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah
pencalonan eks koruptor sebagai kepala daerah dalam Pilkada 2024 nanti juga menunjukkan lemahnya kaderisasi
Mantan napi koruptor dengan hukuman pidana di bawah 5 tahun bisa ikut pilkada
DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan, masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari pileg hingga pilpres
Partai NasDem menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencuri kedaulatan rakyat karena memutuskan pemilu nasional dan daerah atau lokal.
MK juga dianggap tidak menggunakan metode moral dalam menginterpretasikan hukum serta konstitusi.
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Titi meminta kepada DPR untuk tidak membenturkan antara Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dengan putusan konstitusionalitas pemilu serentak nasional dan daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved