Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PERKUMPULAN untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) menyoroti adanya eks koruptor yang meramaikan bursa kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Status sebagai eks koruptor dinilai merusak rekam jejak seorang calon.
Peneliti Perludem Iqbal Kholidin mengatakan, kekhawatiran pihaknya lebih ditujukan terhadap politisi yang sebelumnya telah mendekam di penjara karena kasus tindak pidana korupsi. Setidaknya, mereka memiliki potensi atau kemungkinan untuk melakukan tindakan serupa nantinya jika terpilih menjadi kepala daerah.
Bagi Iqbal, pencalonan eks koruptor sebagai kepala daerah dalam Pilkada 2024 nanti juga menunjukkan lemahnya kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik sebagai institusi yang memajukan pasangan calon kepala daerah.
Baca juga : KPU Koordinasi dengan BMKG soal Ancaman Hujan saat Pilkada 2024
"Ini menunjukkan kecacatan kaderisasi parpol sekaligus memperlihatkan lalainya penyelenggara apabila mereka maju tanpa pengumuman status mereka yang pernah terpidana korupsi sebelumnya," terang Iqbal kepada Media Indonesia, Selasa (16/7).
Sejauh ini, Iqbal mengakui pihaknya belum memetakan siapa saja eks koruptor yang mewarnai bursa Pilkada 2027. Terlebih, pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah, baik gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, maupun wali kota-wakil wali kota juga baru dibuka pada 27-29 Agustus mendatang.
"Namun beberapa berita di media sudah menunjukan indikasi adanya mantan terpidana korupsi yang mau maju. Pemilu kemarin ada data juga terkait majunya mantan terpidana di Pemilu 2024 sebagaimana yang dikeluarkan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch)," tandas Iqbal.
Baca juga : Pilkada Kota Tangerang, Kedekatan Andri Permana dengan Kaum Muda Patut Diperhitungkan
Salah satu eks koruptor yang berpotensi ikut dalam kontestasi Pilkada 2024 adalah Mochtar Mohamad. Ia merupakan mantan terpidana sejumlah kasus korupsi, di antaranya suap ke anggota DPRD Bekasi, suap untuk mendapatkan Piala Adipura pada 2010 silam, dan suap ke pegawai Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian.
Mantan Wali Kota Bekasi itu bebas bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, pada Juni 2015 setelah divonis pidana penjara enam tahun. Saat ini, nama Mochtar kembali mencuat dalam bursa Pilwalkot Bekasi 2024 seiring menjamurnya alat peraga yang menampilkan wajah serta janji politik Mochtar.
Secara aturan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbolehkan mantan terpidana, termasuk kasus korupsi, untuk mencalonkan diri dalam pilkada lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8/2024. Pasal 14 ayat (2) huruf f PKPU tersebut menjelaskan, mantan terpidana itu boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah jika telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang," sambung norma pasal itu. (Z-8)
Pembangunan lapas baru, kata Willy, bisa saja misalnya ditambah di antara 363 pulau-pulau kecil yang ada di Aceh, atau di Sumatera Utara yang memiliki 229 pulau.
Komitmen parpol untuk tidak mengusung calon kepala daerah bersatus mantan napi koruptor merupakan upaya untuk memberantas korupsi yang terjadi di lingkungan kepala daerah.
KPU memastikan bahwa mantan narapidana korupsi yang telah memenuhi syarat bisa mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah
Mantan napi koruptor dengan hukuman pidana di bawah 5 tahun bisa ikut pilkada
DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan, masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari pileg hingga pilpres
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Kejadian di Barito Utara menunjukkan adanya permasalahan mendasar terkait pencegahan dan penegakan hukum atas pelanggaran politik uang saat pilkada.
Putusan MK menekankan ketidakmampuan Bawaslu Kalimantan Tengah untuk menggunakan kewenangannya secara optimal dan kontekstual.
Refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved