Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PAKAR Hukum Pidana Chairul Huda menilai ada sejumlah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus diatur ulang.
Misalnya, kewenangan penyadapan. Menurut Chairul, penyadapan tidak diatur dalam KUHAP, tapi kewenangan tersebut melekat pada KPK.
"Urusan penyadapan ini perlu diatur ulang seperti apa sebaiknya hukum acaranya, supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Ini tidak pernah bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Makanya bisa disalahgunakan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (10/9).
Baca juga: JK; Pemerintah Setuju Sebagian Materi Revisi UU KPK
Selain itu, sambungnya, kewenangan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) juga perlu diperjelas. Menurut Chairul, tindakan KPK tersebut seperti jebakan semata.
"Yang namanya OTT tidak ada di dalam KUHAP. Terus KPK pakai aturan apa dalam melakukan tangkap tangan? Dia bikin aturan sendiri, nah itu yang tidak benar. Itu bukan OTT, tapi penjebakan," imbuhnya.
Ia melanjutkan, pengawasan terhadap KPK juga harus diperkuat, terutama terkait kewenangan koordinasi, supervisi, pengambilalihan, maupun pencegahan.
"Pengawasan terhadap kewenangan KPK sebagai penyelidik, penyidik, penuntut umum itu tidak diperlukan perubahan. Karena itu ada lembaganya yang namanya praperadilan," tandas Chairul.
Mengingat banyaknya kewenangan KPK yang tidak diatur dalam KUHAP, ia berpendapat, jangan sampai lembaga antirasywah itu dianggap gemar menabrak aturan.
Chairul melihat sejauh ini KPK terkesan bersikap seperti lembaga tertinggi negara yang menentukan banyak hal. Bahkan, kata dia, urusan menteri saja KPK pun ikut menentukan.
"KPK kadang-kadang ngawur sehingga perlu ada yang dibenahi Jangan KPK itu seperti lembaga tinggi negara. Ini perlu ada hal-hal yang diatur," tandasnya.
Namun, sambungnya, ia berharap pemerintah dan DPR bersikap transparan dalam merevisi UU KPK agar tidak ditunggangi kepentingan mantan dan calon koruptor.
"Kalau perubahan pembahasan secara diam-diam, kan menimbulkan prasangka. Makanya mesti transparan. Alasan bagi yang pro dan kontra itu apa. Itu yang harus kita bicara di ruang publik,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Panen, meminta Komisi III DPR tidak meragukan kinerja pansel yang telah bekerja keras untuk menyeleksi capim KPK. Ia berharap agar kelak capim KPK terpilih bisa tampil dengan paradigma baru yang sesuai dengan semangat RUU KPK.
"KPK tidak boleh kebal hukum, sebagai sebuah lembaga penegakan korupsi harusnya senantiasa mengedepankan rasa keadilan mengedepankan kepastian hukum. Jangan sampai pegawai dan penyidik KPK memiliki sikap semau gue karena pimpinannya yang takut kepada para pegawai," ujarnya.
Sedangkan Ketua Presidium Relawan Indonesia Bersatu (RIB) Lisman Hidayat menyatakan akan terus mengawal proses seleksi capim KPK oleh Komisi III DPR. Ia berharap, siapapun capim yang terpilih, mampu menjalankan tugasnya secara obyektif.
"Kami berharap Komisi III dapat objektif dan rasional menetapkan 5 dari 10 nama untuk mewujudkan keinginan Jokowi memberantas tindak pidana korupsi. (Capim yang terpilih) tidak tebang pilih dalan menjalankan tugasnya," tuturnya. (Medcom/OL-8)
Peserta demonstrasi tersebut merupakan perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia
Sebelumnya, upaya massa HMI untuk menuju Gedung DPR-MPR RI gagal karena terhalang oleh barikade dari pihak kepolisian di Jalan Gatot Subroto menuju Gedung DPR-MPR RI.
Pengalihan lalu lintas dilakukan sehubungan adanya aksi unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR dan sekitarnya.
Selain itu, layanan bus Amari (Angkutan Malam Hari) juga diberhentikan operasinya malam ini
Sebelumnya Akbar sempat dikabarkan hilang seusai kerusuhan aksi di DPR pada Rabu (25/9). Belakangan ia ditemukan dalam kondisi luka-luka dan tak sadarkan diri.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah didengungkan.
Revisi dilakukan agar setiap pasal tidak disalahgunakan pengemban undang-undang
Pembentukan dewan pengawas jangan diartikan sebagai penghambat, tetapi justru untuk meningkatkan kinerja KPK.
Dalilnya Kapitra, sikap penolak revisi UU KPK sebaiknya dialamatkan ke MK dan MA ketika UU tersebut sudah disahkan
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah keniscaan guna memerbaiki sistem internal dan mengembalikan khitah lembaga antirasywah itu.
Posisi dewan pengawas menjadi salah satu poin revisi UU KPK. Dewan Pengawas KPK akan berbentuk berupa lembaga nonstruktural yang anggotanya berjumlah lima orang
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved