Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kewenangan KPK harus Berdasarkan Hukum Acara Pidana

Putra Ananda
10/9/2019 20:02
Kewenangan KPK harus Berdasarkan Hukum Acara Pidana
Ketua Presidium IPW Neta S. Pane (kedua kiri) bersama aliansi masyarakat menyampaikan masukan terkait proses seleksi Capim KPK(MI/ Susanto)

PAKAR Hukum Pidana Chairul Huda menilai ada sejumlah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus diatur ulang.

Misalnya, kewenangan penyadapan. Menurut Chairul, penyadapan tidak diatur dalam KUHAP, tapi kewenangan tersebut melekat pada KPK.

"Urusan penyadapan ini perlu diatur ulang seperti apa sebaiknya hukum acaranya, supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Ini tidak pernah bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Makanya bisa disalahgunakan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (10/9).

Baca juga: JK; Pemerintah Setuju Sebagian Materi Revisi UU KPK

Selain itu, sambungnya, kewenangan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) juga perlu diperjelas. Menurut Chairul, tindakan KPK tersebut seperti jebakan semata.

"Yang namanya OTT tidak ada di dalam KUHAP. Terus KPK pakai aturan apa dalam melakukan tangkap tangan? Dia bikin aturan sendiri, nah itu yang tidak benar. Itu bukan OTT, tapi penjebakan," imbuhnya.

Ia melanjutkan, pengawasan terhadap KPK juga harus diperkuat, terutama terkait kewenangan koordinasi, supervisi, pengambilalihan, maupun pencegahan.

"Pengawasan terhadap kewenangan KPK sebagai penyelidik, penyidik, penuntut umum itu tidak diperlukan perubahan. Karena itu ada lembaganya yang namanya praperadilan," tandas Chairul.

Mengingat banyaknya kewenangan KPK yang tidak diatur dalam KUHAP, ia berpendapat, jangan sampai lembaga antirasywah itu dianggap gemar menabrak aturan.

Chairul melihat sejauh ini KPK terkesan bersikap seperti lembaga tertinggi negara yang menentukan banyak hal. Bahkan, kata dia, urusan menteri saja KPK pun ikut menentukan.

"KPK kadang-kadang ngawur sehingga perlu ada yang dibenahi Jangan KPK itu seperti lembaga tinggi negara. Ini perlu ada hal-hal yang diatur," tandasnya.

Namun, sambungnya, ia berharap pemerintah dan DPR bersikap transparan dalam merevisi UU KPK agar tidak ditunggangi kepentingan mantan dan calon koruptor.

"Kalau perubahan pembahasan secara diam-diam, kan menimbulkan prasangka. Makanya mesti transparan. Alasan bagi yang pro dan kontra itu apa. Itu yang harus kita bicara di ruang publik,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Panen, meminta Komisi III DPR tidak meragukan kinerja pansel yang telah bekerja keras untuk menyeleksi capim KPK. Ia berharap agar kelak capim KPK terpilih bisa tampil dengan paradigma baru yang sesuai dengan semangat RUU KPK.

"KPK tidak boleh kebal hukum, sebagai sebuah lembaga penegakan korupsi harusnya senantiasa mengedepankan rasa keadilan mengedepankan kepastian hukum. Jangan sampai pegawai dan penyidik KPK memiliki sikap semau gue karena pimpinannya yang takut kepada para pegawai," ujarnya.

Sedangkan Ketua Presidium Relawan Indonesia Bersatu (RIB) Lisman Hidayat menyatakan akan terus mengawal proses seleksi capim KPK oleh Komisi III DPR. Ia berharap, siapapun capim yang terpilih, mampu menjalankan tugasnya secara obyektif.

"Kami berharap Komisi III  dapat objektif dan rasional menetapkan 5 dari 10 nama untuk mewujudkan keinginan Jokowi memberantas tindak pidana korupsi. (Capim yang terpilih) tidak tebang pilih dalan menjalankan tugasnya," tuturnya. (Medcom/OL-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya