Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PUTUSAN-putusan Mahkamah Konstitusi dinilai banyak yang tidak konsisten. Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyatakan, apabila MK menemukan permohonan perkara yang pernah sama, seharusnya lembaga tersebut menolak sebagai bentuk konsistensi atas putusannya.
"Alasan living consitution tidak selalu jadi alasan mahkamah, saya kira tidak tepat diigunakan dalam memutus perkara. Karena living constitution itu biasanya digunakan atau diadopsi untuk membentuk konstitusi atau membentuk UU," jelas Ismail di Jakarta, Minggu (18/8).
Menurutnya tidaklah elok jika living constitution berubah setiap satu atau dua tahun. Sebab perubahan norma itu membutuhkan waktu yang sejatinya tidak sebentar.
"Tentu membutuhkan waktu yang panjang, tidak satu atau dua tahun kemudian inkonsisten," ujarnya.
Inkonsistensi MK dalam memutus perkara itu dapat dilihat dari temuan yang didapatkan oleh Setara, seperti gugatan Pasal 449 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu pada 2014 dan 2019 soal pengumuman hasi survei atau jajak pendapat.
"Putusan 24/PUU-XII/2014 itu dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun norma tersebut diambil kembali oleh pembentuk UU menjadi norma hukum dalam UU 7/2017 tentang pemilu," imbuh Ismail.
"Kemudian putusannya berubah, dilihat dari putusan 24/PUU-XVII/2019. Norma itu dinyatakan konstitusional atau tidak bertentangan dengan UUD," jelasnya.
Baca juga: Dalam Setahun, Putusan MK Hanya 8 Bernada Negatif
Berkaitan dengan proses revisi UU MK, Setara, kata Ismail, berada dalam posisi mendukung soal revisi UU tentang MK. Menurutnya, terdapat isu krusial yang perlu untuk segera direalisasikan.
"Utamanya soal pengawasan mahkamah, soal penguatan kode etik, kelembagaan penegak etika dan yang paling penting adalah hukum acara," jelasnya.
Lebih jauh, Ismail menyatakan, Setara acap kali merekomendasikan revisi hukum acara MK yang berkaitan dengan batasan waktu. Batasan waktu itu bertujuan untuk menghindari potensi munculnya kepentingan lain yang muncul dalam suatu perkara.
"Karena pembatasan waktu yang ketat ini akan memungkinkan MK baik bagi dirinya sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa batasan ini saya kira potensi kasus seperti Patrialis Akbar akan terjadi," pungkasnya. (OL-8).
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal seperti kotak pandora.
UNDANG-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai transparansi pembiayaan
SEKRETARIS Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
YLBHI menyebut usulan revisi Undang-Undang (UU) TNI bertentangan dengan agenda reformasi dan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI yang membawa rezim Neo Orde Baru.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari, menilai pembredelan pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan bertentangan dengan konstitusi.
Munculnya aspirasi mengubah posisi kelembagaan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri sebagaimana di masa Orde Baru adalah gagasan keliru dan bertentangan Konstitusi RI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved