Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pilkada tanpa Eks Koruptor

Insi Nantika Jelita
06/8/2019 08:50
Pilkada tanpa Eks Koruptor
Komisioner KPU Wahyu Setaiwan.(MI/ROMMY PUJIANTO)

KOMISI Pemilihan Umum berkeras akan kembali melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri dalam pilkada serentak 2020.

Larangan serupa pernah diterapkan pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, tetapi dibatalkan Mahkamah Agung (MA).

"Gagasan bagaimana membatasi mantan napi korupsi agar tidak maju dalam pilkada kan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat, kepentingan kita semua," tegas Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, di Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan pihaknya akan menagih komitmen partai politik untuk tak mencalonkan eks koruptor sebagai bakal calon kepala daerah.

Dia menyebut sejumlah parpol sudah menyambut baik permintaan tersebut.

Wacana pelarangan eks koruptor yang mengincar kursi kepala daerah, kata dia, bakal terus diekspos ke publik. Harapannya, masyarakat menyadari pentingnya melarang eks napi korupsi untuk menduduki jabatan publik.

"Kalau ada calon yang yang belum pernah korupsi, kenapa tidak?  Kenapa yang sudah pernah (korupsi) dicalonkan lagi? Memangnya tidak ada orang yang belum pernah korupsi?" tutur Wahyu.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setuju dengan larangan bagi eks koruptor untuk maju dalam pilkada. Larangan tersebut, menurutnya, harus diikuti partai politik dengan tidak mengusung eks napi korupsi."Saya kira itu, termasuk partai harus diingatkan agar rekrutmennya jangan sampai salah," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan memang aturan larangan napi koruptor menjadi ranah penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum perihal syarat pencalonan kepala daerah. "Nanti bisa (melalui) penyempurnaan PKPU di Pilkada 2020. Kemarin sudah rapat dengan Komisi II DPR, perwakilan Kemendagri, dan Bawaslu," jelas Tjahjo.

"Tapi, saya kira (aturan tersebut) akan diselesaikan dengan anggota DPR terpilih nanti (periode 2019-2024), sebagai agenda awal revisi UU Pemilu dan UU Pilkada," cetusnya.

Diundangkan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai larangan bagi mantan narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pilkada harus tercantum dalam undang-undang. Larangan itu dinilai melukai aspek keadilan jika hanya diatur dalam sebuah peraturan lembaga.

"Secara normatif itu bagus-bagus saja. Persoalannya, undang-undangnya harus diubah, harus cantumkan itu. Kalau tidak, itu sudah menjadi hak narapidana yang sudah bebas," katanya.

Fadli setuju larangan itu menjadi bagian dari integritas dan komitmen pemberantasan korupsi. Namun, perlu dilihat dari aspek kemanusiaan dan hak politik seseorang yang dijamin konstitusi.

"Ada orang yang setelah menjalani hukuman dia benar-benar sadar tidak mau melakukan lagi. Dan ada orang yang belum (korupsi), tapi melakukan juga. Persoalannya di situ menurut saya. Jadi kita harus berbuat adil pada semua," ucap politikus Gerindra itu.

Lebih jauh, dia menilai wacana larangan itu perlu didiskusikan lebih lanjut. Intinya, KPU memosisikan setiap warga negara memiliki hak politik yang sama dalam undang-undang. "Sekarang ini tidak ada larangan itu. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum." (Medcom/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya