Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

LHKPN Sebagai Syarat Dipilih, Bukan Syarat Dilantik

Dero Iqbal Mahendra
30/7/2019 18:55
LHKPN Sebagai Syarat Dipilih, Bukan Syarat Dilantik
Ahlihukum pidana dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar,(MI/SUSANTO)

AHLI hukum pidana dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menilai penafsiran Panitia Seleksi (Pansel) Calon pimpinan Komisi Pemberantassan Korupsi (Capim KPK) yang menilai para calon pimpinan KPK tidak diwajibkan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam proses seleksi adalah sesuatu yang keliru.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang KPK Pasal 29 secara jelas menyebutkan persyaratan untuk menjadi pimpinan Komisioner KPK. Khususnya pada poin huruf k Pasal 29 secara jelas menyatakan untuk dapat dipilih pimpinan KPK wajib mengumumkan kekayaannya sesuai aturan yang berlaku.

Baca juga: JK Tegaskan Izin FPI tidak Diperpanjang Kalau Tolak Pancasila

“Krusial menurut saya. Itu bermasalah ketika soal LHKPN. Karena Pasal 29 itu jelas sebenarnya mengatakan untuk dapat dipilih, maknanya menurut pembacaan saya adalah dipilih artinya proses seleksinya. Untuk dapat dipilih menjadi komisioner KPK, salah satunya lulus LHKPN. Saya tidak tahu kenapa pansel menafsirkan berbeda,” terang Zainal dalam diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (30/7).

Menurutnya, LHKPN seharusnya menjadi syarat administratif, khususnya bagi aparatur penyelenggara negara bukan justru ketika sudah terpilih. Sebab, menurutnya, jika persyaratan LHKPN baru diserahkan ketika sudah lolos seleksi, bukan tidak mungkin LHKPN-nya baru dibuat saat itu.

Padahal sebagai pimpinan lembaga pemberantas korupsi hal itu menjadi suatu mandatory. Untuk itu, Zainal berharap, Pansel KPK dapat tegas dalam hal tersebut.

“Nanti yang ada menjelang mendaftar baru tiba-tiba patuh. mendadak patuh, ada juga bukan mendadak patuh tapi sama sekali tidak patuh. Nah, harusnya Pansel harus keras yang begini,” ujar Zainal.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, juga sepakat akan kesalahan tafsir pansel dalam menafsirkan syarat LHKPN.

Feri mencontohkan jika dalam Pasal 29 UU KPK menyebutkan untuk dapat diangkat pimpinan KPK harus warga negara Indonesia, dengan logika penafsiran pansel soal LHKPN digunakan untuk poin itu, tentu warga negara asing bisa mencalonkan diri menjadi capim KPK.

"Kenapa orang asing tidak diperbolehkan mendaftar, kan nanti tinggal jadi WNI bila sudah terpilih," kata dia.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Luhut Pangaribuan pun menyatakan hal serupa. Ia mengatakan LHKPN adalah syarat pendaftaran, bukan ketika terpilih. Ia mengatakan capim yang terbukti tidak patuh LHKPN, harus didiskualifikasi oleh Pansel KPK. "Mereka sudah tidak layak dipilih," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua Pansel KPK, Yenti Ganarsih, mengatakan calon pimpinan wajib melaporkan LHKPN bila sudah terpilih. Menurutnya, pada tahap pendaftaran, capim hanya wajib menandatangani surat menyanggupi melaporkan harta kekayaan bila terpilih kelak.

Baca juga: Ketua MPR Jangan Diisi Figur yang Berambisi Nyapres di 2024

"Itu syarat untuk diangkat, bukan untuk mengikuti seleksi," kata dia

Sikap tersebut menjadi sorotan koalisi masyarakat sipil, lantaran, ada sejumlah calon yang ditengarai tidak patuh LHKPN. Aturan yang mendasari kewajiban LHKPN adalah UU Nomor 28 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan itu, penyelenggara wajib membuat LHKPN saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya