Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Demokrasi Perlu Oposisi yang Kuat

Insi Nantika Jelita
22/7/2019 09:44
Demokrasi Perlu Oposisi yang Kuat
Petuga memasang bendera Partai Politik(MI/SUSANTO)

SEJUMLAH kalangan menduga beberapa partai politik pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bakal merapat ke koalisi partai pendukung presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sebut saja Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat yang beberapa petingginya beberapa kali melakukan pertemuan dengan Jokowi. Begitu pun Partai Gerindra masih belum menentukan sikapnya, apakah menjadi oposisi atau merapat ke pemerintahan.

Di sisi lain, hingga kini partai-partai anggota Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung Jokowi-Amin masih ‘adu jotos’ berebut mendapatkan kursi kabinet untuk lima tahun ke depan. Hal ini menjadi sesuatu yang masuk akal karena mereka merasa berhak dan layak mendapatkan kursi karena bertarung memenangkan paslon Jokowi-Amin dalam Pilpres 2019. Dikhawa­tirkan, masuknya parpol pendukung Prabowo-Sandi justru bakal merusak harmoni dari koalisi KIK.

Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, berpendapat walaupun ada kans parpol pendukung Prabowo-Sandi masuk mendapatkan kursi kabinet, kondisi ini justru membuat soliditas KIK terganggu. Apalagi selama berlangsungnya pilpres, publik menyaksikan adanya perbedaan platform politik di antara kedua pasangan. “Sehingga kalau Pak Jokowi mengakomodasi semua, kesulitan berkomunikasi di Partai 01. Apalagi, belum tentu juga partai oposisi akan loyalitas dan soliditas mereka dipertanyakan,” ungkap Arya saat dihubungi Media Indonesia, pekan lalu.

Menurutnya, apabila Jokowi menerima pihak oposisi berada dalam kabinetnya, tidak ada lagi diskursus di parlemen. Apalagi, saat ini dukungan Jokowi di parlemen sudah dominan. “Kita rugi karena tidak ada diskursus bagi publik. Tinggal ketuk palu di Senayan, enggak ada diskursusnya. Dukungan di Jokowi parlemen itu kalau mengacu kursi sebelum putusan MK sudah mencapai 60%. Jadi, tidak ada alasan dan kebutuhan khusus untuk Jokowi menerima mereka. Oposisi harus kuat,” jelas Arya.

Baca juga: Jalan Sunyi Oposisi

Senada dengan Arya, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno berharap sebaiknya oposisi tidak usah diajak dalam koalisi. Menurutnya, kehadiran oposisi sangat penting untuk check and balances. Jika pun sangat terpaksa diberikan kursi dalam kabinet, menurutnya, komposisinya harus minimalis jangan sampai dominan. “Tentu kalau melihat gelagatnya hanya PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang mantap oposisi. Tiga partai lain cenderung minat merapat ke Jokowi. Tentu ini menjadi kabar buruk demokrasi karena oposisi sepi peminat,” tuturnya.

Dengan adanya hal itu, Adi menilai oposisi akan terancam tidak efektif karena secara kuantitas oposisi minoritas sehingga suka atau tidak suka keputusan politik kerap menggunakan mekanisme voting di parlemen.

Tawar-menawar
Sementara itu, di sisi lain, elite partai politik masih terus bernegosiasi mengenai posisi mereka lima tahun ke depan. Sebagai contoh, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais meminta adanya pembagian porsi kekuasaan dengan jumlah 55:45. Hal itu berdasarkan hasil rekapitulasi suara versi KPU, yakni kubu Jokowi memperoleh 55% dan Prabowo mendapatkan 45%. “Tapi kalau tidak mau (pembagian jatah), ya sudah kami di luar, oposisi. Sungguh aib kalau ada partai pendukung 02 tiba-tiba nyeberang hanya karena satu kursi ecek-ecek,” kata Amien.

Menanggapi pernyataan Amien, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuturkan hal itu tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, penunjukan menteri ialah hak prerogatif presiden terpilih Jokowi sepenuhnya. “Tidak ada jatah-jatah menteri dengan pengertian itu. Itu sepenuhnya prerogatif presiden. Menteri bukan pegawai petinggi biasa, melainkan seseorang yang menguasai ihwal yang dipimpinnya. Menteri harus sosok negarawan, bukan berjuang demi kepentingan kelompoknya,” tandasnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya