Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
MENJELANG putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menyiapkan agenda khusus.
Menurut Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, pihaknya optimistis putusan MK akan menguatkan apa yang sudah ditetapkan KPU terkait perolehan hasil suara.
"Kalau soal optimisme bahwa keputusan yang kami tetapkan terhadap hasil perolehan suara (Pilpres), tentu kami yakini putusan itu benar dan kita jadikan penetapan. Kita berharap apa yang sudah kita tetapkan, dikuatkan oleh putusan MK. Itu optimisme kita," ujarnya di Gedung Bawaslu RI, Sarinah, Jakarta, Rabu (26/6).
Adapun hasil perolehan suara yang ditetapkan KPU pada 21 Mei lalu adalah paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan 85.607.362 suara atau 55,50% suara sedangkan perolehan suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebanyak 68.650.239 atau 44,50% suara. Selisih suara keduanya mencapai 16.957.123 suara.
Baca juga: BPN: Kita Siap Menang dan Siap Kalah
Pascapenetapan KPU, Badan Pemenangan Nasional (BPN) mengajukan sengketa hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi pada 24 Mei 2019.
Sidang perdana sengketa PHPU Pilpres dimulai pada 14 Juni dan besok merupakan pembacaan putusan oleh majelis MK.
"Kami yakini ya, optimistis dan yakin putusan yang telah kami buat akan dikuatkan MK. Kita sudah melaksanakan tugas kita dengan saksi, jawaban, dan bukti-bukti (saat persidangan MK). Tentu kita optimis bahwa apa yang dituduhkan kepada kita tidak benar dan tidak terbukti di MK," tandas Evi. (OL-2)
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved