Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 digelar pada 23 September.
Ketua KPU Arief Budiman menuturkan usulan tersebut mengacu pada Pasal 201 ayat 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2020 dilaksanakan pada bulan September.
“KPU pada praktiknya selama ini pemilu dilaksanakan pada hari Rabu. Maka, pada bulan September (2020) itu kita cari hari Rabu jatuhnya pada tanggal berapa saja,” ujarnya seusai rapat uji publik rancangan peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, di Jakarta, kemarin.
Menurut Arief, pihaknya tidak memilih tanggal yang hanya terdiri atas satu angka. Alasannya agar tidak ada persamaan antara nomor urut calon atau partai politik dan tanggal pencoblosan.
“September 2020 hari Rabu adanya tanggal 2, itu enggak akan kita pakai. Lalu ada tanggal 9, itu juga enggak. Adanya tanggal 16 dan 23. Setelah kita rembuk, kita ambil 23. Jadi, pertimbangan teknis saja,” jelas Arief.
“Kemudian, kita juga minta laporan teman-teman (KPU) daerah, ada atau enggak hari keagamaan atau hari penting di daerah tersebut. Sepertinya, enggak ada yang punya kegiatan yang mengganggu pilkada,” tandasnya.
Pilkada Serentak 2020 semula akan diikuti 269 daerah yang juga menggelar pilkada pada 2015. Namun, satu daerah yakni Kota Makassar diikutsertakan karena tak menghasilkan pemenang pada Pilkada 2018. Saat itu, kotak kosong mengalahkan calon tunggal di Makassar.
Situng dilanjutkan
Pada kesempatan itu, Arief juga mengatakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) akan terus dimaksimalkan dan nantinya bisa digunakan di 270 daerah yang akan menggelar pilkada.
“Nanti kita tinggal menyesuaikan (penggunaan Situng). Itu kan jumlah TPS-nya berbeda-beda, jumlah desa, kelurahan, kecamatan berbeda. Tinggal penggunaannya sesuai kondisi riil di daerah masing-masing,” kata Arief.
Dalam uji publik, politikus Partai NasDem, I Gusti Putu Artha, mengatakan penggunaan Situng perlu diimplementasi agar bisa membandingkan antara hasil pemilu dan real count pilkada.
“Situng sebaiknya bisa diakses banyak orang di daerah. Situng ini diharapkan bisa (diterapkan) di 270 daerah meski sesulit apa pun keadaannya. Ini demi menjaga asas transparansi. Kalau ini diadopsi, bisa jadi sangat menarik,” tandas Putu.
Pegiat pemilu yang juga pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyarankan agar penggunaan Situng yang lebih baik bisa diterapkan pada Pilkada 2020.
“Saya mendorong betul agar Situng digunakan dengan penuh (pada Pilkada 2020). Situng harus betul dipersiapkan dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hadar berharap agar Situng bisa diupayakan untuk bisa dilakukan uji coba agar bisa menggantikan tahapan penghitungan suara pemilu. Menurutnya, tahapan penghitungan suara memakan waktu yang sangat lama.
“Saya membayangkan ini akan jadi momen sebagai satu uji coba formal agar pemilu ke depan ada Situng yang menggantikan proses pemilihan bertahap. Tentu itu prosesnya masih panjang karena nanti perlu regulasi,” kata Hadar. (X-10)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Titi meminta kepada DPR untuk tidak membenturkan antara Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dengan putusan konstitusionalitas pemilu serentak nasional dan daerah.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
Pengecekan berbagai jenis peralatan keamanan dan alat material khusus serta kendaraan dinas diharapkan bisa mengantisipasi terjadinya konflik saat tahapan pemilu serentak berlangsung.
KEPOLISIAN Daerah (Polda) Papua meminta bantuan 10 satuan setingkat kompi (SSK) untuk mengamankan Pemilu 2024 di empat provinsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved