Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka atas dugaan kasus suap terkait penyidikan tentang penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan kantor imigrasi Nusa Tenggara Barat tahun 2019.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Sebagai penerima KUR (Kurniadie) selaku Kepala Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram dan YRI (Yusriansyah Fazrin) selaku Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram. Sementara sebagai pemberi LIL (Liliana Hidayat) yang merupakan Direktur PT WB (Wisata Bahagia) serta pengelola Whyndam Sundancer Lombok," kata Wakil Ketua KPK, Alexsnder Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (28/5).
Perkara ini bermula dari informasi masyarakat tentang adanya transaksi yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekkan ke lapangan oleh KPK. Tim KPK kemudian melakukan penyelidikan hingga akhirnya dilakukan giat tangkap tangan di Mataram dan Sekotong, Nusa Tenggara Barat pada Senin (27/5) dan Selasa (28/5).
Dari kegiatan tangkap tangan itu, KPK kemudian mengamankan tujuh orang di antaranya Liliana, Kurniadie, Yusriansyah, Staf Liliana WYU, General Manager Whyndam Sundancer Lombok JHA serta dua Penyidik PNS BWI dan AYB.
KPK, kata Alex, menerima informasi telah terjadi penyerahan uang dari Liliana kepada Yusriansyah. Penyerahan uang itu diduga berhubungan dengan perkara yang tengah ditangani oleh PPNS Imigrasi Mataram tentang penyalahgunaan izin tinggal.
"Tim mengamankan YRI dan AYB di sebuah hotel di Mataram pada Senin (27/5). Di kamar YRI tim menemukan uang sebesar Rp 85 juta dalam beberapa amplop yang telah dinamai," jelas Alex.
Setelah itu KPK juga mengamankan Liliana, WYU dan JHA di Whyndam Sundancer Lombok. Sementara pada Selasa (28/5) pukul 02.00 KPK mengamankan Kurniadie di rumah dinasnya di Mataram. Enam orang itu kemudian menjalani pemeriksaan di Polda NTB. Selama pemeriksaan, BWI dan 13 orang yang diduga menerima uang dalam perkara ini mengembalikan uangnya hingga mencapai Rp 81,5 juta.
KPK menduga, dalam perkara ini sebelumnya PPNS Imigrasi Klas I Mataram telah mengamankan dua orang WNA karena diduga menyalahgunakan izin tinggal.
"Mereka (WNA) ini menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja di Whyndam Sundancer Lombok," terang Alex.
Mengetahui ada penangkapan atas dua WNA yang juga sebagai pengelola resort di Whyndam Sundancer, Liliana kemudian mencari cara agar pihak Imigrasi tidak melanjutkan proses hukum kepada dua WNA itu.
Yusriansyah lantas meminta Liliana untuk mengambil SPDP untuk dua WNA itu pada (22/5). Permintaan SPDP itu diduga oleh KPK sebagai upaya menaikkan harga agar kasus dua WNA itu dihentikan. Pada awalnya Liliana menawrkan uang sebesar Rp 300 juta, namun ditolak oleh Yusriansyah karena nilainya terlalu kecil.
Baca juga: Joko Driyono Membantah Menyuruh Menghancurkan Barang Bukti
"YRI kemudian berkoordinasi dengan atasannya KUR terkait proses penanganan perkara itu. Sampai akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA itu adalah sebesar Rp 1,2 miliar," imbuh Alex.
"Dalam OTT ini KPK juga mengungkap modus baru yang digunakan YRI, LIL dan KUR dalam negosiasi uang suap. Pertama menuliskan tawaran LIL diatas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara, kemudian YRI melaporkan pada KUR untuk mendapatkan arahan atau persetujuan," sambungnya.
Selain itu, masih kata Alex, metode yang digunakan untuk menyerahkan uang ialah tidak biasa. Pasalnya Liliana memasukkan uang Rp 1,2 miliar itu kedalam kantong plastik hitam yang kemudian dimasukkan kedalam tas.
Kemudian tas berisikan uang suap itu dimasukkan kedalam tempat sampah di depan ruangan Yusriansyah. WBI ditugaskan oleh Yusrianyah mengambil tas tersebut dan menyerahkan Rp 800 juta kepada Kurniadie.
"Penyerahan uang kepada KUR adalah dengan cara meletakkannya kedalam ember merah. Kemudian KUR meminta pihak lainnya untuk menyetorkan Rp 340 juta ke rekeningnya dan sisanya diperuntukkan kepada pihak lain," tukas Alex.
Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dengan memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan kantor imigrasi NTB.
Atas perbuatan itu Liliana Hidayat diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara diduga sebagai penerima, Yusriansyah Fazrin dan Kurniadie disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP. (OL-1)
Para penyelidik dan penyidik baru diingatkan untuk menjaga kolaborasi antarsumber daya di KPK.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan RUU KUHAP
Budi mengatakan, lahan sawit itu masih beroperasi selama enam bulan pascadisita KPK. Total, Rp3 miliar keuntungan didapat dari kegiatan sawit di sana, dan kini disita penydiik.
Pencegahan kepada saksi dilakukan agar mudah dipanggil, saat keterangannya dibutuhkan penyidik.
KANTOR Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat melaksanakan Operasi Wira Waspada 2025 dan mengamankan 8 WNA terkait dugaan pelanggaran keimigrasian
Pencegahan terhadap Nadiem dilakukan sampai enam bulan ke depan. Tujuannya untuk memperlancar proses penyidikan.
Operasi penangkapan massal yang dilakukan pemerintahan Trump juga telah menciptakan rasa takut di tengah komunitas imigran.
Pemerintah Indonesia terus melakukan pendampingan melalui perwakilan RI di Amerika Serikat dengan bantuan konsuler.
Gelombang unjuk rasa menentang razia imigrasi terus menyebar ke sejumlah kota besar di Amerika Serikat.
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved