Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KEPOLISIAN Republik Indonesia berhasil mengungkap adanya rencana pihak ketiga untuk membunuh 2 orang tokoh nasional pada rangkaian aksi 21 dan 22 Mei 2019 yang lalu. Pihak kepolisian menangkap setidaknya 5 tersangka di 5 titik yang berbeda dengan barang bukti berupa senjata api dan bukti pembelian senjata api.
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal dalam keterangannya di Media Centre Kemenkopolhukam, Senin (27/5) mengatakan pihak ketiga yang berhasil diamankan ini secara sengaja merencanakan aksinya untuk menciptakan martir-martir dengan menembak tokoh nasional.
"Jadi ada pihak ketiga yang ingin menciptakan martir-martir. Dan bahwa massa ini bukan massa spontan. Ini by design, sudah direncanakan sejak awal dan merencanakan penembakan 2 tokoh nasiobal," kata Iqbal seperti dikutip melalui siaran langsung akun twitter @polhukamri, Senin (27/5).
Iqbal yang enggan membeberkan nama 2 tokoh nasional tersebut menjelaskan, lima tersangka yang berhasil ditangkap adalah HK, AZ, IR, TJ, dan AF. Para pelaku memiliki peran masing-masing sebagai eksekutor, pencari eksekutor, perakit senpi dan penjual senpi.
Baca juga: Polisi Ungkap Skenario Pembunuhan 4 Tokoh Nasional
Lanjut Iqbal, para pelaku yang sudah merencanakan aksinya sejak Oktober 2018 tersebut ada yang ditangkap di Hotel Megaria Cikini, terminal 1C Bandara Soekarno Hatta, kantor security Kebon Jeruk, dan di daerah Swasembada, Koja, Jakarta Utara. "Identitas pelaku ada yang dari Cibinong Bogor, Daerah Rajawali Pancoran, dan Koja Jakarta Utara," lanjut Iqbal.
Dalam aksinya, kata Iqbal pelaku-pelaku ini mendapatkan sejumlah uang. Misalnya tersangka HK yang memimpin kelompok tersebut menerima Rp 150 Juta. "Ada yang juga terima Rp 5 Juta, Rp 55 Juta, dan Rp 26 Juta," kata Iqbal.
Iqbal mengakui meski sudah mengetahui nama 2 tokoh nasional yang menjadi sasaran penembakan, namun pihak kepolisian tidak membeberkannya ke publik. "Artinya jika ini tidak kita antisipasi dan cegah maka tentu sangat berbahaya. Karena memang mereka ini adalah pihak ketiga yang menyusup dalam massa aksi kemarin," tukas Iqbal.(OL-4)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengklaim sejak turunnya rezim Presiden Soeharto hingga saat ini pelanggaran HAM tidak pernah terjadi kembali.
Hal itu bukan tanpa alasan ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Berdasarkan temuan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF), Komnas HAM menyebut penembakan dalam demo ricuh itu bukan dilakukan kepolisian.
Dari 10 orang yang tewas itu, sembilan di antaranya berada di Jakarta dan seorang lainnya di Pontianak, Kalimantan Barat.
Pihak kepolisian menolak hasil rapid assesment oleh Ombudsman RI atas penanganan aksi unjuk rasa dan kerusuhan 21-23 Mei.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved