Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Pemerintah Bakal Merapikan Tata Kelola Kontrak Kerja Sama

Golda Eksa
01/4/2019 21:32
 Pemerintah Bakal Merapikan Tata Kelola Kontrak Kerja Sama
Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menkeu Sri Mulyani usai menggelar Konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin (1/4)(Antara/Indrianto Eko Suwarso)

SELURUH kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang hendak melakukan kontrak kerja sama dengan pihak lain diharapkan bisa lebih cermat dalam meneliti hak, kewajiban, serta materi dan substansi perjanjian.

Jangan pula upaya itu menimbulkan celah kelemahan yang justru merugikan negara.

Demikian pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, di Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (1/4).

Pernyataan itu terkait kemenangan pemerintah atas gugatan arbitrase yang diajukan Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) di Den Haag, Belanda.

"Intinya, semua kontrak kerja dengan pihak lain yang kita buat sedianya dilakukan hati-hati. Semua kontrak harus dilakukan dengan tertib, benar, sehingga kita akan terbebas dari kemungkinan gugatan-gugatan seperti ini," ujar Prasetyo.

Menkeu Sri Mulyani menambahkan pemerintah prinsipnya tetap mendukung dan mengimbau kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam melakukan kerja sama, seperti investasi.

Kerja sama tersebut juga wajib memberikan keyakinan terhadap kepastian hukum bagi investor, sehingga nantinya terhindar dari gugatan seperti yang dilayangkan IMFA.

"Dalam hal ini pemerintah tetap berkomitmen memberikan pelayanan kepada investor di Indonesia. Tentu juga kita perlu menyampaikan bahwa ini (kasus IMFA) bukan pemerintah Indonesia tidak peduli kepada investor, namun itu suatu perkara dimana pemerintah tetap perlu menjaga tata kelola." katanya.

Pemerintah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar 469 juta dollar AS atau setara Rp6,68 triliun terkait gugatan IMFA. Putusan atas gugatan itu merupakan hasil sidang yang digelar di Belanda pada Agustus 2018.

Baca juga : Menang Gugatan Arbitrase IMFA, Indonesia Selamatkan Rp6,68 T

Dalam putusannya, IMFA juga dihukum untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada pemerintah sebesar US$2,975,017 dan GBP 361,247.23.

Menurut Prasetyo, upaya hukum pemerintah melalui tim jaksa pengacara negara (JPN) yang didukung penuh oleh Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Luar Negeri, dan Kantor Sekretariat Wapres, tidak semata-mata untuk menghindarkan pemerintah dari kekalahan sehingga harus membayar sejumlah uang terhadap gugatan IMFA.

"Namun tujuannya untuk menunjukkan keseriusan kita menjaga pengelolaan dan penguasaan sumber kekayaan alam agar terselenggara dengan baik, benar, serta tidak merugikan bangsa dan negara. Terutama terhadap penguasaan asing yang harus kita jaga dan agar tidak merugikan," katanya.

Gugatan yang diajukan IMFA terhadap pemerintah pada 24 Juli 2015 dilakukan dengan alasan adanya tumpang tindih izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh PT SRI dengan 7 perusahaan lain, yakni akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.

Dengan adanya tumpang tindih IUP tersebut, IMFA mengklaim bahwa pemerintah telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim pemerintah wajib mengganti kerugian kepada IMFA sebesar US$469 juta (Rp6,68 triliun).

PT SRI merupakan badan hukum Indonesia akan tetapi pemegang saham dari PT SRI ialah Indmet Mining Pte Ltd (Indmet) Singapura yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Indmet (Mauritius) Ltd. Sedangkan saham dari Indmet (Mauritius) Ltd itu sendiri dimiliki oleh IMFA.

Walhasil, majelis arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia.

Sehingga, imbuh Prasetyo, jika IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya pemerintah RI sebagai negara tuan rumah tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik