Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Pemilih Pindah TPS Terancam tidak Bisa Coblos

Insi Nantika Jelita
22/2/2019 08:35
Pemilih Pindah TPS Terancam tidak Bisa Coblos
Pekerja merakit kotak suara Pemilu 2019 di gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jombang, Jawa Timur, Kamis(21/2/2019).(ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI memiliki kendala dalam penyediaan surat suara bagi pemilih yang pindah tempat pemungutan suara (TPS). Komisioner KPU, Viryan Azis, menyebutkan, banyaknya pemilih yang masuk Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) menyebabkan banyak calon pemilih terancam tak dapat menggunakan hak pilihnya. "Ini kendala yang sekarang kita hadapi. Jadi pertama terkait dengan penyiapan surat suara untuk pemilih DPTb. Sebagian dari pemilih DPTb yang sudah terdata terancam tidak bisa menggunakan hak pilih karena ketersediaan surat suara," ungkapnya di Jakarta, kemarin.

Disebutkan, KPU telah menyelesaikan rekapitulasi DPTb secara nasional, dengan sebanyak 275.923 orang melakukan pindah memilih. Data tersebut sudah terekap dari 87.483 TPS yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan rincian 30.118 desa kelurahan, 5027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota yang melakukan kegiatan pindah memilih.

Lebih lanjut, Viryan menjelaskan, keterbatasan surat suara disebabkan besarnya jumlah pemilih yang masuk DPTb. Sementara undang-undang telah mengatur bahwa ketersediaan surat suara yang dilebihkan hanya 2% saja per TPS. "Undang-undang menyebutkan pencetakan surat suara itu berbasis DPT ditambah 2%," paparnya.

Tidak berdiam diri atas kendala tersebut, KPU telah meminta jajar-annya untuk bergerak melakukan penyisiran terhadap potensi DPTb di desa kelurahan yang berjumlah 83.405. KPU juga menyampaikan kepada pihak terkait. Contohnya, dari perusahaan atau lembaga pendidikan yang tidak memberikan akses kepada pemilih untuk didata, akan dikenai sanksi pidana. "Karena berdasarkan laporan yang ada, sejumlah perusahaan belum memberikan akses," terangnya.

KPU masih mencari solusi dari permasalahan tersebut, dengan salah satunya berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Dukcapil, Komisi II, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Namun pertanyaannya, surat suaranya dari mana? Ini masih jadi kendala," jelasnya.

Pemilih narapidana

Pada kesempatan itu, Viryan mengungkapkan, pihaknya juga masih kesulitan mendata pemilih narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan (lapas). Pasalnya, sebagian besar narapidana diyakini masih belum memiliki dokumen kependudukan (KTP-E).

"Sebagian besar napi yang berada di LP dan rutan belum memiliki dokumen kependudukan sama sekali. Ini membuat KPU kesulitan untuk melakukan pendataan, karena KPU mendata pemilih harus dengan dasar dokumen kependudukan," ungkapnya.

Viryan mengatakan dari dari 510 LP dan rutan, baru 93 napi yang telah melakukan perekaman KTP-e. Artinya, sebagian besar napi yang bukan berasal dari daerah mereka mendekam, belum memiliki dokumen kependudukan guna syarat memilih.

"Kami mendapatkan informasi, dari 510 LP dan rutan yang ada di seluruh Indonesia itu (Disdukca-pil) hanya merekam KTP elektronik untuk napi lokal," ujar Viryan.

Menurutnya, selama ini perekaman data KTP-E yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) hanya difokuskan pada para napi yang merupakan warga asli daerah tersebut. Padahal, sebagian besar napi di tiap LP dan rutan yang bukan berasal dari daerah tersebut. Mereka berpotensi kehilangan hak suaranya di Pemilu 2019.

"Kami akan berkoordinasi dukcapil dengan pemerintah dengan Bawaslu mencari jalan keluar," pungkas Viryan. (Pro/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya