Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
TAK cuma agak, negeri ini kiranya benar-benar laen. Ada banyak kelainan di sini, termasuk yang terkini, yakni ihwal bagi-bagi penghargaan kepada ratusan tokoh oleh Presiden Prabowo Subianto.
Kelainan berarti ada yang janggal, tidak normal. Pun dengan penganugerahan beragam jenis bintang yang dihelat di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8). Penghargaan yang berbarengan dengan unjuk rasa di Gedung DPR, tak terlalu jauh dari istana, oleh elemen masyarakat.
Di istana yang sejuk, para penerima penghargaan full senyum. Hati mereka adem, berbunga-bunga. Yang memberikan senang, yang menerima apalagi. Di DPR sebaliknya. Hati demonstran panas, bergejolak. Marah karena elite semaunya melonjakkan pendapatan anggota dewan di tengah kian sulitnya rakyat mengais penghasilan.
Penganugerahan tanda kehormatan dan bintang jasa sebenarnya lazim. Setiap presiden suka melakukannya. Giliran kali ini untuk Pak Prabowo. Tak tanggung-tanggung, 141 orang dia kasih medali. Mereka lintas generasi, lintas profesi, lintas 'pengabdian'. Bintang untuk mereka beraneka, mulai Bintang Republik Indonesia Utama, Bintang Mahaputera Adipurna, Bintang Mahaputera, Bintang Jasa, Bintang Kemanusiaan, Bintang Budaya Parama Dharma, hingga Bintang Sakti.
Tentu di antara mereka, tak sedikit yang memang layak mendapat bintang. Mereka tulus mengabdi, nyata-nyata berjasa kepada Republik ini. Namun, tak semuanya. Ada yang pengabdiannya diragukan, sumbangsihnya dipertanyakan, jasanya dipersoalkan. Itulah yang membuat seremoni kali ini menjadi lain, tak normal.
Di antara yang diragukan, dipertanyakan, dan dipersoalkan itu ialah anggota Kabinet Merah Putih, anak buah Presiden Prabowo. Jumlahnya belasan. Ada menteri, ada wakil menteri. Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan, misalnya, mendapatkan Bintang Republik Indonesia Utama. Bintang Mahaputera Adipurna disematkan di dada Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, Mensos Saifullah Yusuf, serta Mentan Andi Amran Sulaiman
Lalu, Bintang Mahaputera Utama diberikan kepada Seskab Letkol Teddy Indra Wijaya, Mensesneg Prasetyo Hadi, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Menlu Sugiono, dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Pantaskah mereka mendapat bintang? Itulah pertanyaan besar di kepala rakyat yang sudah mumet memikirkan beban hidup. Pertanyaan yang wajar, sangat wajar, jika menimbang peran, prestasi, dan jasa mereka. Mereka praktis baru bekerja delapan bulan di Kabinet Merah Putih. Kriteria model apa yang digunakan pemerintah untuk menilai bahwa mereka punya jasa luar biasa sehingga patut menerima penghargaan luar biasa?
Apakah kebijakan konyol terkait dengan penjualan gas melon dulu hingga rakyat kalang kabut untuk mendapatkan, bahkan sampai ada yang meninggal, dianggap prestasi? Apakah situs judol yang hingga sekarang masih menjadi ancaman dianggap pencapaian? Apakah mahalnya harga beras sementara katanya surplus merupakan keberhasilan luar biasa?
Itu belum seberapa. Ada pertanyaan, ada persoalan yang lebih 'membagongkan' lantaran di antara penerima bintang jasa ada bekas koruptor. Namanya Burhanuddin Abdullah. Mantan Gubernur Bank Indonesia itu mendapatkan Bintang Mahaputera Adipradana. Bintang Mahaputera ialah tanda kehormatan tertinggi kedua setelah Bintang Republik.
Burhanuddin dianggap berjasa luar biasa menjaga stabilitas moneter dan memperkuat sistem perbankan internasional. Baginya, itu bintang kedua setelah Bintang Mahaputera Utama pada 2007.
Soal jasa Burhanuddin boleh diperdebatkan. Akan tetapi, kelamnya rekam jejak kiranya sulit dijadikan silang pendapat. Dia mantan terpidana kasus korupsi, musuh besar bangsa ini. Pada Oktober 2008, dia divonis 5 tahun penjara dalam perkara rasuah aliran dana BI Rp100 miliar kepada para mantan petinggi BI dan anggota DPR. Di tingkat banding, hukuman itu diperberat menjadi 5,5 tahun, dan di kasasi dipangkas hampir setengahnya.
Selepas penjara, Burhanuddin dipercaya sebagai Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Dia juga ketua tim pakar dan inisiator Danantara. Dia pun menjadi komisaris independen PT PLN dan dia baru saja mendapat anugerah Bintang Mahaputera untuk kali kedua.
Sebagai pemegang medali itu, dia berhak dikubur di taman makam pahlawan jika meninggal nanti. Kiranya hanya di sini, di Indonesia ini, mantan koruptor diberi penghormatan sebegitu dahsyatnya.
Pemikir kebangsaan Yudi Latif termasuk yang menyoal pembagian bintang jasa oleh Prabowo. Kata dia, Bintang Mahaputera sejak semula diciptakan sebagai mahkota kenegaraan, tanda bahwa Republik tahu cara menghormati putra terbaik bangsa. Namun, sejarah berbalik arah.
Yudi bilang, Bintang Mahaputera yang dulu dipersembahkan untuk para pemikul beban Republik kini kerap jatuh menjadi sekadar bros pesta politik.
Dulu, bintang itu menghiasi dada Jenderal Soedirman, panglima gerilya yang dengan paru-paru separuh tetap memimpin perang mempertahankan Republik. Dulu, bintang itu bersinar di dada M Natsir, perdana menteri yang dengan mosi integral menyatukan kembali Indonesia dalam bentuk NKRI. Dulu, ia juga pernah bercahaya di dada Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional yang dengan Taman Siswa-nya mencetak generasi merdeka. Namun, kini?
Sebagai tanda jasa, berbagai macam bintang tersebut tak ternilai harganya. Auranya kuat nian. Namun, sekali lagi, itu dulu. Sekarang, penghargaan-penghargaan itu banting harga. Serendah-serendahnya hingga nyaris tak lagi berharga.
AKHIR Juli lalu, dua kali saya menulis fenomena rojali dan rohana di rubrik Podium ini. Tulisan pertama, di edisi 26 Juli 2025, saya beri judul Rojali dan Rohana.
IBARAT penggalan lirik 'Kau yang mulai, kau yang mengakhiri' yang sangat populer dalam lagu Kegagalan Cinta karya Rhoma Irama (2005)
CERDAS atau dungu seseorang bisa dilihat dari kesalahan yang dibuatnya. Orang cerdas membuat kesalahan baru, sedangkan orang dungu melakukan kesalahan itu-itu saja,
MUNGKIN Anda menganggap saya berlebihan menyandingkan dua nama itu dalam judul: Noel dan Raya. Tidak apa-apa.
SEBETULNYA, siapa sih yang lebih membutuhkan rumah, rakyat atau wakil rakyat di parlemen?
UTANG sepertinya masih akan menjadi salah satu tulang punggung anggaran negara tahun depan.
ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved