Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Mandor dan Mental

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
17/6/2023 05:00
Mandor dan Mental
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

RENCANA pemerintah menggaet mandor asing guna mengawasi proyek-proyek vital Ibu Kota Nusantara (IKN) mengingatkan seorang karib saya pada pidato Bung Karno. Berkali-kali Bung Karno, dalam berbagai pidatonya yang menggelegar dan bergemuruh, mengingatkan agar bangsa Indonesia jangan mau menjadi 'bangsa kuli' dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa lain (a nation of coolies and a coolie amongst nations).

Kini, kata teman saya itu, sudah hampir 78 tahun Indonesia merdeka, bangsa Indonesia masih diposisikan menjadi 'bangsa kuli'. Bahkan, dia melanjutkan, pemosisian sebagai 'bangsa kuli' itu dilakukan para elite pemimpinnya sendiri.

"Masih ada pemimpin bermental inlander. Jadilah kita bangsa yang terus-terusan 'menyusu' kepada bangsa-bangsa lain. Bangsa yang rakyatnya dipaksa membeo dan membebek bangsa-bangsa lain, baik bangsa Barat maupun bangsa Timur," sang kawan menegaskan.

"Coba lihat pelibatan pekerja kasar asing di proyek-proyek infrastruktur. Bahkan, mandor asing pun diberi karpet merah dengan dalih mandor lokal tidak berkualitas. Inikah kutukan Bung Karno?” kata teman saya itu dengan berapi-api.

Terhadap pertanyaan soal 'kutukan' itu saya hanya bilang, "Entahlah, saya tidak tahu. Yang jelas hingga dewasa ini, bangsa yang sangat kaya raya dengan sumber alam yang melimpah-ruah, dengan warisan tradisi dan budaya leluhur yang beraneka ragam, dan dengan peninggalan sejarah yang menggunung ini belum banyak difasilitasi untuk 'naik kelas' menjadi 'bangsa majikan'."

Sejatinya, persoalan fundamental negeri ini setelah kemerdekaan ialah kepercayaan diri. Ketika seseorang, terlebih pemimpin, dalam suatu negara melihat sumber daya manusia dari negara lain lebih unggul daripada SDM dalam negeri, pembangunan SDM di dalam negeri akan sulit naik kelas. Ketika seorang pemimpin berpikir buruk atau pesimistis dengan negerinya sendiri, tindakan negatiflah yang akan dipilih untuk negerinya sendiri.

“Revolusi mental, menurutku, mesti dimulai dari mental para pemimpin,” KH Ahmad Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, mencicit melalui akun Twitter-nya. Gus Mus mencicitkan itu empat tahun silam. Ketika itu, gaung pentingnya revolusi mental mulai redup dari panggung-panggung pidato para pejabat. Padahal, empat tahun sebelum cicitan Gus Mus itu, kata revolusi mental sudah seperti mantra suci.

Gus Mus seperti ingin mengingatkan kembali pentingnya revolusi mental. Sampai sejauh mana diejawantahkan bangsa Indonesia, terutama para pejabat di Republik ini? Apakah memang itu bukan lagi agenda prioritas?

Revolusi mental pertama kali dilontarkan Bung Karno dalam pidatonya di Jakarta, 17 Agustus 1957. Pidato tersebut berjudul Satu Tahun Ketentuan atau A Year of Decision. Bung Karno melihat saat itu revolusi nasional Indonesia sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia seutuhnya belum tercapai.

Bung Karno ingin bangsa Indonesia beranjak dari sikap mental inlander yang rendah diri. Revolusi mental ialah reject yesterday, gerak maju meninggalkan hari kemarin yang kurang baik. “Think and rethink, shape and reshape, making and remaking!” seru Bung Karno.

Revolusi mental ialah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Itu yang diadopsi Joko Widodo saat memulai kampanye capres dan memulai era pemerintahannya.

Kini, di penghujung pemerintahannya, Joko Widodo tidak lagi menyerukan perlunya revolusi mental. Bahkan, Presiden mengamini ide Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menggunakan mandor asing dalam proyek IKN dengan alasan mandor lokal tidak mampu menghasilkan bangunan berkualitas.

Presiden menyebut yang hendak dipakai di IKN ialah pengawas asing, bukan mandor. Kepala Negara membedakan istilah mandor dan pengawas (kendati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak ada perbedaan antara mandor dan pengawas).

Pengawas asing, kata Joko Widodo, dibutuhkan untuk mengawasi proses dan kualitas pembangunan yang dikerjakan. "Nanti kalau jelek, gimana kualitasnya? Kalau hanya satu-dua yang mengarahkan, yang bisa mengontrol, mengawasi, supaya hasilnya bisa kualitas baik, kenapa tidak?" ujar Presiden.

Benar kata Gus Mus, "Revolusi mental harus dimulai dari mental pemimpin."



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?