Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
ADA yang berbeda dengan nada pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal utang pemerintah akhir-akhir ini. Jika biasanya selalu tenang dan sangat optimistis saat menjelaskan masalah utang, kali ini Bu Menteri memilih waspada. Utang kita, kata Sri Mulyani, bikin merinding. Membuat bergidik.
Loh, apa pasal? Bukankah rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun? Bukankah pula itu berarti tidak ada yang patut dirisaukan? Apalagi, kemampuan pemerintah membayar utang juga cukup memadai. Mengapa harus bergidik?
Saya menduga, jumlah utang yang besar dan tingginya ketidakpastian globallah yang membuat alarm kewaspadaan Bu Menkeu terus menyala. Rasio utang terhadap PDB memang relatif aman. Tapi, di tengah krisis global termasuk krisis keuangan dunia, merasa aman karena indikator statistik semata bukanlah sikap bijak.
Ada beberapa negara yang awalnya biasa-biasa saja, tiba-tiba harus terjerat utang. Mereka gagal bayar, lalu ambruk. Pakistan, contohnya. Kini, negeri berpenduduk sekitar 230 juta jiwa itu di ambang kebangkrutan. Cadangan devisanya menipis, sekitar US$4,3 miliar, dan hanya sanggup mengimpor kebutuhannya untuk keperluan tiga minggu ke depan.
Financial Post menulis penurunan cadangan devisa tersebut disebabkan pelunasan pinjaman komersial sebesar US$1 miliar kepada dua bank yang berbasis di Uni Emirat Arab. Kini, sudah tiga kali pula lembaga keuangan IMF menyuntikkan utang ke Pakistan. Tapi, itu tidak menolong juga.
Lalu, bagaimana dengan kita? Indonesia tercatat memiliki utang sebanyak Rp7.733,9 triliun per Desember 2022. Utang sebesar itu memiliki rasio terhadap PDB sebesar 39,57%. Jumlah utang Indonesia terus meningkat secara nominal dan rasio utang bila dibandingkan dengan periode November 2022.
Namun, jika dibandingkan dengan posisi Desember 2021, rasio utang tersebut turun. Rasio utang per Desember 2021 mencapai 40,74%. Meskipun turun, besarnya utang pemerintah ini tetap membuat bergidik ngeri.
Bahkan, nilai Rp7.733,99 triliun tersebut setara dengan dua kali lipat lebih anggaran belanja negara tahun 2023. Inilah yang membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinding. Bila tidak diwaspadai, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, kita bisa terlena. APBN kita bisa kian ngos-ngosan.
APBN yang diandalkan menjadi instrumen keuangan negara sudah bekerja luar biasa keras dalam tiga tahun terakhir selama pandemi. Termasuk di dalamnya penggunaan instrumen utang yang akan dibayar kembali. Maka, kini APBN harus kembali disehatkan. Menurunkan defisit APBN ke level normal di bawah 3% setelah bekerja keras menjadi shock absorber ialah langkah niscaya.
Untungnya, 70,75% utang pemerintah berdenominasi domestik (bermata uang rupiah). Ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
Secara jumlah, utang yang lebih dari tujuh ribu tujuh ratus triliun rupiah itu jelas bikin merinding. Namun, lebih baik merinding sekarang lalu mengambil langkah antisipatif daripada bergidik saat situasi sudah tidak terkendali. Peringatan itu wake up call agar pemerintah kian hati-hati mengelola utang.
Peningkatan utang, kalaupun harus terjadi, mesti dipastikan dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal. Apalagi, berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing (biaya pinjaman seperti bunga dan lainnya), pengetatan likuiditas global, dan dinamika kebijakan moneter negara maju bakal terus terjadi.
Penurunan rasio pembayaran utang atau debt to service ratio (DSR) tier-1 Indonesia di akhir kuartal III 2022 (dari 17,9% menjadi 16,9%) mestinya terus jadi momentum. Penurunan itu berarti tanda bahwa pengelolaan utang membaik. Ada penurunan utang luar negeri di satu sisi, sekaligus juga masih ada berkah dari naiknya harga komoditas yang membuat transaksi berjalan kita cukup baik.
Itulah momentum yang mesti terus dimanfaatkan. Bergidik atas kian membesarnya utang itu amat sah. Tapi, bergerak cepat menjaga stabilitas utang agar tidak terjerat terlalu jauh, itu lebih afdal.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved