Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SESERAM apakah perekonomian dunia beberapa bulan ke depan? Apakah Indonesia terkena imbasnya? Kalau memang seram dan suram, bagaimana pula kita mesti menghadapinya? Siapkah kita?
Rentetan pertanyaan itu, akhir-akhir ini, seperti mitraliur yang memberondong kita hingga kita nyaris tak sempat menarik napas. Bukan hanya kita yang di Indonesia, melainkan seluruh dunia tengah diliputi kecemasan. Di Podium ini saya pernah menulis tentang The Perfect Storm atau 'badai yang sempurna' untuk menggambarkan dahsyatnya ancaman krisis ekonomi ke depan.
Badai yang sempurna itu merupakan kombinasi krisis yang datang sekaligus dalam satu sapuan. Setelah krisis akibat pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, dunia langsung dihantam krisis akibat Perang Rusia-Ukraina. Muncullah krisis ikutan, yakni krisis energi, pangan, dan krisis keuangan yang kian menjadi-jadi ditambah melonjaknya inflasi. Dunia juga masih dihinggapi krisis akibat perubahan iklim. Semua itu datang seketika.
Semakin ke sini, sinyal krisis itu makin terang. Bunyi alarm kian memekikkan telinga. Presiden Joko Widodo beberapa kali mengajak semua kita mewaspadai awan gelap perekonomian global. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut resesi dunia segera tiba. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengajak kita waspada akan resesi yang dipicu 'perang suku bunga'.
Sejumlah lembaga memperkirakan perekonomian global akan masuk jurang resesi mulai awal tahun depan. Dampak dari penaikan suku bunga yang signifikan dalam waktu singkat disertai lonjakan inflasi akan memukul berbagai sektor ekonomi.
Tidak hanya itu, Dana Moneter Internasional (IMF), awal pekan lalu, menyebut ekonomi dunia menuju keterpurukan. IMF pun menurunkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun depan. Lembaga keuangan dunia itu sekaligus memperingatkan akan adanya resesi dunia yang keras jika pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.
Amerika Serikat, negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia, sudah mengalami resesi. Secara teknis, pertumbuhan ekonomi negeri ‘Paman Sam’ itu terkontraksi dalam dua kuartal berturut-turut, yakni minus 1,6% di kuartal pertama 2022 dan minus 0,9% di kuartal kedua. Ekonomi AS terhuyung dihantam inflasi yang sempat mencapai 9,1% pada Juli lalu, atau inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Itulah sebabnya, bank sentral AS The Fed, sangat agresif menaikkan suku bunga hingga mencapai 3,25% saat ini. Inflasi AS yang sempat melandai di bulan Agustus, terdongkrak lagi pada September. Karena itu, banyak analis memperkirakan The Fed bakal mengerek lagi suku bunga hingga mencapai 4,5%, bahkan bisa 4,75% awal tahun depan.
Inflasi yang menjadi-jadi juga membuat Inggris, Uni Eropa, dan sejumlah negara emerging market seperti Brasil dan Meksiko, juga menaikkan suku bunga secara agresif. Momok inflasi yang disertai penaikan suku bunga itulah yang merisaukan banyak kalangan, termasuk berbagai pihak di dalam negeri.
Namun, lantaskah kita terlalu mencemaskan perekonomian dalam negeri? Cemas itu wajar. Khawatir itu lumrah. Sebab, resesi global pasti berpengaruh terhadap situasi ekonomi di Tanah Air. Namun, kecemasan yang berlebihan dan kekhawatiran yang kelewat dosis justru memicu kondisi psikologis menjadi negatif. Bisa 'kena mental', kata anak sekarang.
Kalau begitu, masihkah ada harapan kita bisa menaklukkan badai krisis itu? Jawabannya: harapan itu ada, bahkan sangat terbuka. Sejumlah analis, pakar, ahli meyakini Indonesia bisa menaklukkan badai itu. Kita sanggup menghalau awan gelap krisis ekonomi. Fundamen perekonomian kita diyakini masih cukup tangguh.
Mitigasi juga sudah mulai disiapkan. Di antaranya dengan memberdayakan perekonomian domestik, mengingat jumlah penduduk Indonesia sangat besar, yakni lebih dari 275 juta jiwa. Pemberdayaan ekonomi domestik tersebut, salah satunya dengan mendorong Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan melanjutkan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.
Selain itu, melakukan pengendalian inflasi, baik di pusat maupun daerah, khususnya inflasi harga pangan. Hal itu karena inflasi pangan saat ini menjadi sumber penyebab inflasi Indonesia meningkat lebih tinggi. Gerakan tanam pekarangan, realisasi food estate, peningkatan produktivitas dan percepatan musim tanam, serta membereskan distribusi logistik lewat subsidi angkut antardaerah diyakini bisa efektif mengendalikan inflasi pangan.
Harapan terakhir ada pada kelangsungan investasi. Investasi akan tetap menarik jika kemudahan dan kepastian berinvestasi dijamin. Pemberesan iklim investasi dengan penerapan penuh perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission tidak boleh diulur-ulur lagi.
Awan perekonomian global memang gelap. Namun, kita punya cara untuk menghalaunya. Mendung tak berarti hujan, bahkan bisa seperti lagu Deni Caknan, Mendung tanpa Udan.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved