Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MASIH adakah covid-19? Seorang kawan bertanya dengan nada menyindir. Baginya, kendati secara de jure virus korona masih terjadi, secara de facto sepertinya sudah berakhir. Kalaupun masih ada, katanya, satu-satunya penanda ialah penggunaan masker. Itu pun melonggar.
Selain simbol masker, penanda lain bahwa korona masih mengintai, menurut dia, ialah masih gencarnya seruan dari pemerintah dan para epidemiolog akan bahayanya gelombang ketiga korona. Karena itu, publik mesti mewaspadai. Namun, yang satu terus-menerus berseru, yang satunya mulai tidak mau tahu.
Di area publik, kerumunan muncul di mana-mana. Jarak mulai merapat lagi. Tempat cuci tangan mulai kurang berfungsi. Di beberapa tempat, bahkan ada yang macet total. Isinya kosong. Orang pun mulai mudah membuka masker, bahkan saat sedang mengobrol. Pokoknya, seperti sudah tidak ada korona lagi.
Banyak orang mafhum mengapa kelonggaran begitu mudah terjadi. Penyebabnya jelas, yakni keberhasilan kita menekan angka harian penularan covid-19 dalam sebulan terakhir. Saat varian delta mengganas pada Juli lalu, angka penularan mencapai lebih dari 56 ribu kasus per hari, dengan angka kematian lebih dari 2.000 orang per hari.
Selain itu, tingkat hunian ranjang rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya melonjak. Bahkan, sampai tidak sanggup lagi menampung pasien covid-19. Kebutuhan oksigen melonjak, tapi stok sudah habis. Fasilitas kesehatan pun lumpuh, tenaga kesehatan kewalahan.
Sekarang, dalam dua pekan terakhir, angka penularan covid-19 bahkan turun drastis di kisaran 400 hingga 500 kasus per hari. Angka kematian juga dapat ditekan menjadi kurang dari 50 kasus per hari. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan mulai kosong dari pasien korona. Pasien sembuh terus-menerus melampaui pasien positif baru.
Jelas, sebuah pencapaian gemilang dan amat pantas 'dirayakan'. Dalam kondisi seperti itu, wajar kalau ada pandangan, 'bolehlah kita mulai ngegas lagi. Jangan menginjak rem terus-menerus'.
Namun, teramat kencang menginjak gas tanpa memedulikan rem jelas berisiko tersungkur, terperosok, terguling. Teramat gempita merayakan kemenangan berpotensi mabuk kemenangan. Bisa-bisa kita lupa masih ada injury time, masih tersedia additional time. Atletico Madrid saja bisa membalikkan keadaan, dari tertinggal 1-2 dari AC Milan hingga menit ke-90, menjadi menang 3-2 di tambahan waktu pada Liga Champion Eropa, beberapa waktu lalu.
Karena itu, penting kiranya kita dengar peringatan epidemiolog, di tengah euforia kemenangan ini. "Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut kondisi pandemi di seluruh dunia. Artinya, ancaman covid-19 ini masih hadir walaupun beberapa negara, termasuk Indonesia, angka kasusnya melandai," kata epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Laura Navika Yamani.
Karena masih dalam keadaan pandemi, dia mengatakan kondisinya saat ini masih belum aman. "Yang diperlukan kewaspadaan. Kasusnya memang sudah enggak banyak, tapi kewaspadaan itu harus terus dilakukan," lanjut dia.
Peringatan juga perlu disampaikan kepada pemerintah. Jangan karena disanjung berhasil mengendalikan korona, ditambah keinginan kuat mendatangkan pengunjung dari luar negeri, pintu-pintu masuk Indonesia dibuka secara menganga. Sebaliknya, kata Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane, kenaikan kasus terjadi apabila ada varian baru covid-19 yang masuk.
Mobilitas masyarakat mungkin menyebabkan kasus covid-19 fluktuatif, tetapi varian baru dapat menyebabkan lonjakan kasus covid-19. Karena itu, mewaspadai pintu masuk justru masih sangat krusial. Sikap optimistis itu wajib, tapi bukan optimisme buta.
Seperti diungkap psikolog Martin Seligman, optimisme cenderung mendorong ke kesuksesan. Namun, optimisme harus berjejak pada realitas. Realitasnya, korona masih ada. Tinggal bagaimana membuat optimisme keberhasilan mengendalikan virus yang gampang bermutasi itu menjejak realitas. Tetap waspada karena sesal kemudian tidak berguna.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved