Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SIREKAP yang dibangga-banggakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditolak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sirekap ialah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai instrumen dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pilkada.
“Bawaslu hari ini (Senin, 9/11) sudah menyusun draf surat ke KPU. Bawaslu mengusulkan untuk tidak menggunakan Sirekap,” kata anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo.
Pernyataan Bawaslu itu bagai petir siang bolong. Selama ini KPU membangga-banggakan keberadaan Sirekap. Dibanggakan karena penggunaan Sirekap menjadi tonggak sejarah dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Jika Sirekap jadi dilaksanakan pada 9 Desember, itu untuk pertama kalinya tahapan rekapitulasi di tempat pemungutan suara (TPS) dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Selama ini KPU menggunakan teknologi informasi penghitungan suara hanya sebagai komplementer penghitungan manual.
Sejauh ini KPU serius mempersiapkan Sirekap. KPU telah membahasnya bersama Bawaslu dalam rapat koordinasi antara KPU dan Bawaslu di Kantor KPU pada 28 Oktober 2020.
Sebelumnya pada 23 hingga 24 Oktober 2020, KPU juga sudah melakukan simulasi Sirekap secara daring dengan KPU di daerah yang menyelenggarakan pilkada. Bahkan, dalam beberapa minggu terakhir ini, KPU melakukan bimbingan teknis untuk seluruh KPU provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Selain itu KPU menggelar serial diskusi terfokus untuk menyiapkan landasan hukum Sirekap. Landasan hukum untuk menggantikan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2018 terkait rekapitulasi dan penghitungan suara pilkada.
Bukan tanpa alasan Bawaslu menolak Sirekap. Kata Ratna Dewi Pettalolo, sampai saat ini Bawaslu masih meragukan kesiapan KPU untuk menerapkan Sirekap. Sumber daya manusia KPU di jajaran penyelenggara ad hoc (sementara), baik kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) maupun panitia pemilihan kecamatan (PPK), dinilai belum siap menggunakan Sirekap.
Alasan penolakan lainnya, menurut Bawaslu, terkait dengan ketersediaan jaringan internet dan ketersediaan perangkat yang akan digunakan penyelenggara ad hoc untuk mendokumentasikan C-Hasil-KWK yang akan di-scan dan dikirimkan ke Sirekap.
C-Hasil-KWK merupakan penggabungan form sebelumnya bernama C-KWK, C1-KWK, dan C 1Plano-KWK. Ia merupakan sertifikat hasil dan rincian pemungutan dan penghitungan perolehan suara di TPS. C-Hasil-KWK inilah yang kemudian dipotret petugas KPPS menggunakan telepon pintar, kemudian diunggah ke aplikasi Sirekap. Aplikasi Sirekap terlebih dahulu dipasang di telepon pintar milik KPPS.
Setelah proses di TPS selesai, tahap proses rekapitulasi hasil penghitungan suara mulai masuk di tingkat kecamatan tanpa melewati desa/kelurahan seperti selama ini. Proses di tingkat kecamatan sebagaimana lazimnya, yang membedakan ialah bahan PPK melakukan rekapitulasi ialah C-Hasil-KWK dalam bentuk digital melalui aplikasi Sirekap, bukan lagi kertas.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm sudah mengingatkan bahwa Sirekap berpotensi menimbulkan ketegangan antara KPU dan Bawaslu saat penghitungan suara. Ia meyakini jika Bawaslu akan tetap berpegang pada form C1 dalam pembuatan berita acara penghitungan suara.
Baik kiranya penyelenggara pilkada mempertimbangkan saran Koalisi Masyarakat Sipil agar KPU tidak memaksakan penggunaan Sirekap dalam Pilkada 2020. Hasil rekapitulasi manual secara berjenjang tetap menjadi penentu hasil pilkada.
Jika penggunaan Sirekap dengan alasan pandemi covid-19, mengapa KPU tidak sekalian menggunakan e-voting ketimbang mencoblos? Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi berkilah bahwa Korea Selatan yang secara teknologi sudah mumpuni tetap menerapkan pemungutan suara secara manual. Melihat data, dari 178 negara yang memiliki lembaga penyelenggara pemilu seperti Indonesia, hanya 46 negara yang menerapkan e-voting.
Bagaimana kalau Bawaslu tetap ngotot menolak Sirekap? Kembalikan saja kepada perintah UU Pilkada. Pasal 111 menyebutkan mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan KPU yang ditetapkan setelah dikonsultasikan dengan pemerintah.
Boleh-boleh saja KPU punya otoritas menentukan Sirekap. Tapi jangan lupa, tanpa mendapatkan dukungan publik, partai politik, dan calon kepala daerah, sia-sia semuanya. Sebab, Sirekap yang tidak dipercayai publik justru menggerus kualitas pilkada, apalagi kalau dianggap Sirekap itu sebagai modus baru kecurangan.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved