Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
TAHAPAN pilkada di tengah pandemi covid-19 sudah berjalan, tapi penyelenggara masih gagap. Disebut gagap karena setelah ditemukan adanya pelanggaran protokol kesehatan baru sibuk mencari-cari aturan untuk mendiskualifi kasi pasangan calon (paslon).
Diskualifi kasi paslon kepala daerah hanya menyangkut tiga hal, yaitu politik uang, mahar politik saat pencalonan, dan mutasi jabatan jika merupakan calon inkumben. Hal itu diatur dalam Pasal 71 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sama sekali tidak ada aturan dalam undang-undang yang bisa mendiskualifi kasi paslon jika melanggar protokol kesehatan. Mestinya, sebelum tahapan dilanjutkan, otoritas pilkada sudah mengantisipasi semua persoalan yang bakal muncul. Sudah disiapkan juga sanksi atas semua pelanggaran tersebut.
Ketika merevisi UU 10/2016 menjadi UU 6/2020, sama sekali tidak ada wacana untuk mendiskualifi kasi paslon. Revisi itu hanya memberikan dasar hukum penundaan pilkada serentak dari 23 September ke 9 Desember.
Karena itu, keinginan untuk mendiskualifikasi paslon karena melanggar protokol kesehatan hanyalah reaksi berlebihan, mengada-ada, bahkan gagap. Otoritas pilkada gagap menghadapi pelanggaran masif selama masa pendaftaran pasangan calon kepala daerah ke KPU mulai 4 September hingga 6 September.
Lucunya, otoritas pilkada baru mencari-cari pasal yang pas untuk menjerat pelanggaran tersebut. Lebih lucu lagi, akan disusun regulasi untuk menjerat pelanggaran yang sudah dan akan terjadi.
KPU telah menerima pendaftaran 734 bakal pasangan calon (bapaslon) di 270 daerah yang menggelar pilkada pada 9 Desember. Bawaslu menemukan 243 bapaslon diduga melanggar protokol kesehatan.
Dugaan pelanggaran itu antara lain arak-arakan dan kerumunan massa dari rumah sampai ke KPU. Ada pula yang tidak menyerahkan hasil tes usap covid-19, jumlahnya 75 bapaslon.
Sejauh ini terjadi pembiaran atas bapaslon yang melanggar protokol kesehatan. Kementerian Dalam Negeri, sesuai kewenangannya, memberi teguran kepada 72 bapaslon petahana. Ditegur dalam kapasitas kepala daerah, bukan sebagai bapaslon.
Pasal 67 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah antara lain menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus ditaati ialah Pasal 4 ayat (1) huruf c, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Menurut ketentuan tersebut, PSBB paling sedikit meliputi pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Kesadaran untuk memberikan sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan muncul kemudian. Muncul dalam rapat Komisi II DPR dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (9/9). Rapat dihadiri Mendagri Tito Karnavian, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Ketua DKPP Muhammad.
Wacana diskualifi kasi paslon pelanggar protokol kesehatan muncul dalam rapat koordinasi khusus pilkada di Kantor Kemenko Polhukam pada 9 September. Diskualifi kasi itu diatur dalam PKPU atau aturan lain yang diperlukan.
Aturan lain yang dimaksud ialah pakta integritas. Selama ini, pakta integritas memuat kesiapan calon untuk menjalankan pilkada damai dan kesiapan menerima kemenangan ataupun kekalahan. Diusulkan untuk ditambahkan kesediaan paslon untuk menjalankan protokol kesehatan. Ketidakpatuhan atas pakta integritas itu dapat dijatuhi sanksi berupa diskualifi kasi.
Pakta integritas tidak kuat dijadikan dasar hukum untuk diskualifikasi. Jangankan pakta integritas, sumpah/janji jabatan saja begitu mudah dilanggar. Diskualifi kasi hanya bisa diatur dalam undang-undang. Karena itu, perlu dibuatkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Sebenarnya, pelanggar protokol kesehatan bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Pelanggaran atas pasal itu dipidana penjara paling lama satu tahun sesuai ketentuan Pasal 93.
Seandainya otoritas pilkada serius menjerat paslon pelanggar protokol kesehatan, tidak perlu mencari-cari aturan apalagi mengarang-ngarang aturan, cukup konsisten menjalankan aturan yang sudah ada.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved