Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SALAH satu dampak dari demokrasi di Indonesia ialah masyarakat suka berkatakata. Tidak berlebihan apabila ada yang mengatakan, kita ‘berhasil’ membangun talking democracy. Apa pun sekarang ini lebih sering menjadi bahan perdebatan daripada menerjemahkannya menjadi aksi nyata.
Masalah mudik dan pulang kampung, misalnya, dijadikan perdebatan berkepanjangan. Padahal bertahun-tahun kita memahami, mudik adalah peristiwa orang pulang untuk bertemu orangtua di kota kelahiran dan kemudian kembali lagi ke kota asal guna bekerja kembali.
Sekarang ini dalam situasi wabah covid-19 ada sesuatu yang berbeda. Perlambatan ekonomi yang terjadi membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Setidaknya ada sekitar 3 juta warga terkena pemutusan hubungan kerja. Mereka ini ingin pulang kampung dalam arti yang sesungguhnya.
Pulang kampung ini jangan diartikan hanya mereka yang ingin keluar dari Jakarta. Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan, banyak warga yang selama ini bekerja di Bali tidak sanggup lagi bertahan di sana. Mereka ingin kembali ke kampung halaman.
Namun, sekarang mereka tertahan di Ketapang, tidak bisa kembali ke kampung halaman karena adanya pembatasan sosial berskala besar. Jumlah orang seperti ini tidaklah sedikit. Wabah covid-19 ternyata menciptakan deurbanisasi.
Apabila dulu kita dipusingkan oleh banyaknya orang dari desa yang ingin pindah ke kota, sekarang ini ada arus balik orang ingin keluar dari kota untuk kembali ke desa. Deurbanisasi ini yang harus dipikirkan jalan keluarnya untuk menghindarkan the hungry man become the angry man.
Tentu protokol kesehatan harus tetap dijalankan karena kita tidak mau mereka menjadi pusat penyebaran covid-19 di desanya. Mereka itu harus menjalani pemeriksaan dan isolasi mandiri sebelum bisa tinggal di desanya. Hal kedua yang harus dipikirkan ialah bagaimana memberikan kegiatan produktif bagi mereka di desanya.
Memang, banyak hal bisa dikerjakan di desa. Apalagi biaya kebutuhan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tinggal di kota. Akan tetapi, tetap mereka tidak boleh menjadi orang yang subsisten. Kita ulangi gagasan untuk menjadikan momentum wabah covid-19 ini sebagai kesempatan untuk melakukan revolusi pertanian.
Kita gerakkan orang di desa untuk mengembangkan pertanian yang lebih modern dan berbasis teknologi agar produktivitas pertanian kita meningkat. Tidak perlu malu untuk kembali menjadi negara pertanian. Kita bisa mengembangkan pertanian seperti yang dilakukan Israel, misalnya.
Semua berbasiskan kepada teknologi dan produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan manusia modern, yakni pertanian organik. Pertanian tetap akan menjadi pilar kehidupan di masa depan. Semua makhluk hidup membutuhkan hasil pertanian untuk bisa mengembangkan peradabannya.
Kuliner bahkan dijadikan identitas sebuah bangsa, dan itu harus ditopang produk pertanian. Sekarang ini kita mengaku negara agraris, tetapi tidak mampu membangun pertanian yang tangguh. Masih begitu banyak bahan kebutuhan pokok masyarakat yang harus kita impor.
Bahkan karena wabah covid-19 ini, banyak kegiatan pertanian yang terancam eksistensinya. Salah satunya ialah peternakan ayam, baik itu pedaging maupun petelur. Sebentar lagi kita bisa-bisa tidak mendapatkan pasokan yang cukup untuk daging ayam dan telur.
Pasalnya, banyak peternak gulung tikar karena hasil penjualan tidak mampu menutupi biaya produksi. Kalau para peternak dibiarkan mati seperti sekarang ini, ke depan kita akan menghadapi ancaman keterbatasan pasokan protein hewani.
Di tengah kelangkaan dan mahalnya daging sapi, selama ini daging ayam dan telur menjadi pengganti sumber protein hewani bagi masyarakat. Wabah covid-19 dan deurbanisasi yang terjadi seharusnya bisa kita jadikan momentum untuk memperbaiki strategi pembangunan pertanian.
Tepat apabila Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Agraria untuk mencari lahan yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
Apalagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah mengalokasikan anggaran untuk program padat karya tunai di desa-desa. Apabila Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Kementerian Desa memfokuskan kegiatan untuk pembangunan pertanian, beberapa tahun ke depan kita pantas berharap bisa memiliki pertanian yang tangguh.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved