Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
SEBUAH pilihan yang tepat apabila pemerintah menegaskan kembali untuk menjadikan pariwisata sebagai prioritas dan menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Setiap orang pasti membutuhkan pariwisata untuk memperkaya hidupnya. Ketika orang sudah tercukupi kebutuhan hidupnya, pasti mereka membutuhkan waktu untuk pergi berwisata. Pergi berlibur tak sekadar untuk membuang uang, tetapi bermanfaat pula untuk menyegarkan pikiran untuk lebih produktif.
Di era gaya hidup seperti sekarang, lebih banyak lagi orang yang ingin pergi berlibur. Apalagi generasi milenial, mereka umumnya bekerja untuk bisa menikmati hidup. Pergi berlibur mereka pakai untuk mendapatkan pengalaman.
Banyak negara yang kemudian menangkap peluang banyaknya orang yang ingin pergi berlibur. Mereka menjual potensi yang ada di negara untuk menjadi pengalaman bagi bangsa-bangsa yang lain. Tidak terkecuali negara maju yang ‘menjual’ kemajuan yang telah diraih untuk menjadi pengalaman bagi para pelancong.
Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Italia, dan Spanyol merupakan negara-negara tujuan wisata utama bangsa-bangsa dunia. Ratusan juta pengunjung setiap tahun datang ke negara-negara tersebut. Miliaran dolar yang bisa mereka dapatkan dari bisnis pariwisata.
Jika dibandingkan dengan industri-industri yang lain, pariwisata tergolong bisnis yang investasinya rendah, tetapi manfaatnya besar. Secara rata-rata hanya diperlukan investasi sekitar US$5.000 untuk satu lapangan pekerjaan yang bisa diciptakan. Kalau ekosistemnya bisa dibangun dengan benar, banyak kelompok usaha kecil dan menengah yang kemudian bisa ikut memanfaatkan bisnis industri pariwisata.
Tantangan paling berat dari pariwisata ialah membangun ekosistem. Bali membutuhkan puluhan tahun untuk menjadi tujuan wisata yang menyenangkan pengunjungnya. Orang bisa dibuat untuk ingin datang kembali ke Bali karena kenangan indah yang bisa diciptakan oleh Pulau Dewata itu.
Kalau pemerintah ingin menciptakan lima Bali yang baru, harus ada upaya keras yang dilakukan.
Pertama-tama ialah menciptakan pemahaman bahwa pariwisata itu untuk semua. Kita tidak bisa memilih-milih siapa yang akan datang. Sepanjang mereka tidak berniat untuk berbuat kejahatan, maka kita harus menyambutnya dengan tangan terbuka.
Di sinilah sering kali persoalan yang kita hadapi.
Banyak pejabat kita yang cara pandangnya sangat sempit. Mereka mencoba menciptakan stereotip yang tidak perlu dan bahkan mengotak-ngotakkan.
Pekan lalu sempat muncul kehebohan ketika dalam jumpa pers perdananya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan pihaknya akan membuat kawasan Danau Toba dan Bali lebih ramah kepada wisatawan yang beragama Islam. Interpretasi yang muncul ialah pemerintah akan membuat peraturan khusus untuk kepentingan itu.
Kebiasaan lama seperti yang sering dikritik Presiden Joko Widodo, pejabat kita senang sekali membuat regulasi yang tidak perlu. Padahal tugas pemerintah cukup menyediakan infrastruktur yang memadai serta mendorong terciptanya kondisi yang aman dan tenteram. Selanjutnya biar pelaku pariwisata sendiri yang membuat bagaimana ekosistem itu tercipta.
Kita harus ingat, mereka yang berwisata ialah orang-orang yang pikirannya terbuka. Mereka bisa mengatur diri dan membedakan mana yang boleh dan tidak boleh. Kalau mereka muslim, pasti mencari makanan yang sesuai dengan tuntutan agamanya.
Oleh karena yang dicari dari pergi berwisata itu pengalaman, maka orang tidak pernah akan pergi ke ekosistem yang sama. Turis dari Timur Tengah, misalnya, tidak akan pergi ke negara-negara Islam, tetapi lebih akan memilih berlibur ke London, Paris, atau New York. Mereka tidak pernah kesulitan mencari makanan atau tempat beribadah karena negara-negara Eropa dan Amerika sudah menyediakan kebutuhan untuk itu.
Sekarang pun banyak orang Indonesia yang pergi berlibur ke Jepang, Korea, atau Tiongkok. Apakah mereka kemudian merasa kesulitan? Sama sekali tidak karena di tempat tujuan wisata di sana mereka bisa mendapatkan semua kebutuhannya. Negara yang ekosistem pariwisatanya baik pasti menyediakan semua kebutuhan dari para wisatawannya. Dengan alat bantu pencari yang tersedia di telepon pintar sekarang ini, kita tidak pernah kesulitan untuk mencari apa yang kita perlukan.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved