Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SABAN kali terjadi kerusuhan berkaitan dengan suku, agama, dan ras, kiranya patut timbul pertanyaan siapakah saya sesungguhnya? Jika jawabnya an sich saya suku ini, kamu suku itu, kerusuhan suku, agama, dan ras semata tinggal tunggu waktu tersulut dan meletus.
Dalam jawaban ini suku 'saya', itu suku 'kamu', di manakah 'kita' Indonesia? Menjadi Indonesia tidak berarti lenyapnya suku ini atau suku itu. Suku tidak boleh lenyap, apalagi punah. Menjadi Indonesia bukan pengurangan suku, bukan pula penjumlahan suku. Semua suku harus dapat hidup damai berdampingan sebagai satu bangsa, satu nation. Bhinneka tunggal ika. Untuk itu, apa yang harus dilakukan?
Kiranya yang pokok dalam pergaulan sebagai anak bangsa jangan mudah 'tersinggung' atau 'menyinggung'. Jangan pula mudah membalas 'singgungan'.
Setiap orang berusaha 'menjadi seseorang', menjadi 'aku'. Usaha itu berlangsung di tengah identitas kelompok, identitas sosial, identitas komunitarian berupa identitas suku, agama, dan ras, yang berada di dunia yang lebih luas bangsa dan negara. Aku yang suku ini atau suku itu bergumul menjadi identitas baru aku warga negara Indonesia.
Dalam pergumulan itu ada genius kreatif bahkan menjadi warga dunia. Contohnya Soedjatmoko, seorang Jawa (Solo) yang lahir di Sawahlunto, Sumatra Barat, warga Indonesia yang menjadi warga dunia berkedudukan sebagai Rektor Universitas Persatuan Bangsa-Bangsa di Tokyo, Jepang.
Kita sebagai bangsa tidak produktif menghasilkan warga dunia sekelas Soedjatmoko (1922-1989) yang turut menciptakan perdamaian dunia. Kita kini (2019) lebih sensitif menghasilkan warga dalam tempurung primordial suku, agama, dan ras seperti yang terjadi di Manokwari, merusak tanah asal sendiri, karena identitas komunitariannya tersinggung.
Kalau suku yang satu direndahkan, hemat saya suku yang merendahkan pun rendah. Menghina yang lain menghina diri sendiri. Yang mestinya dilakukan ialah selain suku sendiri, ada suku lain yang harus dihormati. Selain agama sendiri, ada agama lain yang harus dihormati.
Dalam perkara pluralisme kiranya perlu bicara takdir. Contohnya, takdir saya bukan semata dan terbatas sebagai Batak dan Kristen, melainkan juga takdir saya menjadi Indonesia dan pemeluk Tuhan Yang Maha Esa (Pancasila).
Mengatakan takdir ialah mengatakan suratan Sang Maha Pencipta. Pluralisme sebuah anugerah. Perilaku yang kiranya tidak termaafkan ribut, bertengkar, berkelahi gara-gara mendapat anugerah.
Kata David Brooks, kolumnis harian The New York Times, tiap orang ialah simfoni identitas. Hidup kita menjadi kaya karena tiap kita berisi multitudes. Karena itu, pluralisme percaya pada integrasi, bukan separasi, pemisahan.
Seorang pluralis selalu memperluas makna 'kita'. 'Kekitaan' itu hanya dapat diperluas dengan pikiran dan hati terbuka, memberi ruang dan hormat bagi ikatan-ikatan yang berbeda-beda dalam hidup kita sebagai warga negara yang dipercaya mendapat anugerah. Sampai kapan?
Jawabnya sepanjang zaman (ada generasi yang mati, ada yang lahir) terus berikhtiar dan bersyukur berkepanjangan untuk menjadi Indonesia sejati. Bukan Indonesia tempelan, apalagi palsu. Paspornya Indonesia, tapi hati dan pikirannya dalam tempurung SARA. Saya pikir inilah pekerjaan rumah sangat penting bagi kita semua, anak bangsa NKRI.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved