Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
ORANG-orang pintar pernah suatu masa menjadi orang-orang pelarian, terusir dari negerinya sendiri. Contohnya itu terjadi di masa Hitler. Fakta sejarah menunjukkan orang pintar itu menjadi orang hebat di negeri yang baru.
Orang pintar menjadi hebat dalam ilmu sosial, misalnya Hannah Arendt yang lari dari Jerman ke AS. Bukan hanya orang pintar pelarian yang menjadi hebat di negeri baru, tapi juga orang pintar yang meninggalkan negerinya atas keinginannya sendiri. Dalam ilmu ekonomi, misalnya Joseph A Schumpeter yang bermigrasi dari Austria ke AS.
Yang terjadi sekarang bukan lagi orang-orang pintar terusir dari negerinya sendiri, atau bermigrasi atas inisiatif sendiri, melainkan orang-orang pintar 'direbut' negara lain dan disambut dengan karpet merah di negara yang berhasil merebutnya.
Kata 'berebut' kiranya kata pokok dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi di depan sidang bersama DPD dan DPR, Jumat (16/8). Kata itu diucapkan berulang dalam konteks kita berada dalam dunia baru yang jauh berbeda dibanding era sebelumnya, yakni era persaingan semakin tajam dan perang dagang semakin memanas. "Antarnegara berebut investasi, antarnegara berebut teknologi, berebut pasar, dan berebut orang-orang pintar," kata Presiden. "Antarnegara memperebutkan talenta-talenta hebat yang bisa membawa kemajuan bagi negaranya."
Dalam kata 'rebut' terkandung makna 'berdahulu-dahuluan' untuk mengambil atau memperoleh sesuatu. Menurut Jokowi, kita tidak cukup hanya lebih baik dari sebelumnya, tapi kita harus lebih baik daripada yang lainnya. Ada dua dimensi di situ. Pertama, dimensi ke dalam, diri ini 'berdahulu-dahuluan' dengan diri sendiri. Kedua, dimensi ke luar, dalam persaingan sejagat, diri ini 'berdahulu-dahuluan' dengan negara mana pun di kolong langit.
Untuk berkemampuan 'berdahulu-dahuluan' rasanya anak bangsa harus punya sedikitnya tiga kualitas, yakni 'pikiran terbuka', 'keberanian berubah', dan 'kecepatan eksekusi'. Pikiran terbuka sering dikaitkan dengan kian tingginya pendidikan anak bangsa. Semata membawa lebih banyak anak bangsa ke perguruan tinggi hanyalah sebuah langkah. Kita butuh langkah lebih besar lagi, yakni menjadikan masyarakat berpikiran terbuka. Faktanya, ironisnya, universitas malah perlu lebih dulu 'dicuci' untuk menghidupkan 'pikiran terbuka' itu ke dalam dirinya. Bersarangnya radikalisme di sejumlah kampus bukti kampus kian terkurung dalam pikiran sempit dan picik.
Untuk berubah diperlukan keberanian menjebol diri sendiri. Diri yang berpacu terus, yang menggeser batas puncak pencapaian jauh lebih tinggi daripada waktu ke waktu.
Agar bisa lebih baik daripada yang lainnya, dalam persaingan sejagat, kiranya tidak cukup virus lama 'kebutuhan berprestasi' ala David McClelland. Kita perlu virus baru 'kebutuhan melompat'. Kata Jokowi, "Sayalah yang memimpin lompatan kemajuan kita bersama."
Semua visi Indonesia Maju itu gagal bila kita tidak punya 'kecepatan eksekusi'. Kata Jokowi, lambat asal selamat tidak lagi relevan, yang kita butuhkan ialah cepat dan selamat. Untuk mendahului negara lain diperlukan 'kecepatan' dan 'selamat'. Agar selamat dalam kecepatan tinggi, hemat saya, harus disertai 'akurasi'.
Pidato kenegaraan itu pidato terakhir Jokowi dalam kedudukannya selaku presiden hasil Pilpres 2014. Pidato itu menjadi sangat penting karena di situ tergambar ke mana dan bagaimana presiden terpilih Jokowi bakal membawa negara ini ke masa depan hingga Pilpres 2024.
Dia bukan hanya memimpin negara dan bangsa ini dalam gerak linear, tapi dalam lompatan. Dia tidak akan ragu berebut orang-orang pintar di kancah sejagat, talenta-talenta hebat yang bisa membawa kemajuan bagi negara dan bangsa ini. "Sayalah yang memimpin lompatan kemajuan kita bersama."
Terus terang, saya suka dengan ucapan itu. Terlebih diucapkan di depan wakil rakyat yang suka studi banding ke luar negeri.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved