Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Menghidupkan Adinegoro

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
13/2/2018 05:31
Menghidupkan Adinegoro
(Wikipedia)

TAHUN ini Adinegoro seperti dihidupkan kembali. Ia tak sekadar nama yang disematkan pada karya jurnalistik terbaik, tapi kita diingatkan akan perjuangan tokoh pers yang gigih ini. Ia memilih jurnalistik dan kesusastraan artinya ia memilih risiko hidup tak nyaman. Ia tinggalkan STOVIA, sekolah calon dokter, yang bergengsi tinggi dan bermasa depan pasti. Ia tinggalkan Batavia untuk belajar jurnalistik ke Jerman.

Padahal, menjadi wartawan masa itu berarti mesti berani menghadapi polisi Hindia Belanda dan hidup miskin. Namun, baginya pers akan membuka cakrawala berpikir masyarakat. Ia vitamin yang menguatkan. Ia membayangkan sebuah masyarakat tanpa pers, tanpa kesusastraan, pastilah amat terbelakang.

Pada Hari Pers Nasional, yang tahun ini puncak acaranya digelar di Danau Chimpago, kawasan Pantai Padang, Sumatra Barat, Presiden Joko Widodo seperti ingin mengingatkan bahwa Adinegoro tak sekadar nama pada epitaf di pusara. Spiritnya penting dihidupkan kembali justru ketika pers kini menghadapi 'guncangan hebat' karena hadirnya media sosial.

Sebelum acara puncak, Jokowi secara khusus mengunjungi rumah tempat Adinegoro dilahirkan di Nagari Talawi Mudik, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto. Mohammad Yamin, salah seorang perumus konstitusi kita, juga lahir di desa itu. Ia memang saudara tua Adinegoro. Jokowi menyerahkan sertifikat tanah seluas 2,4 hektare kepada keluarga Adinegoro untuk pembangunan Museum Adinegoro.

Menurut Jokowi, kini ada kecenderungan masyarakat meninggalkan kesusastraan. Karena itu, baik sisi penulisan dan jurnalisme penting mengingat kembali Adinegoro dengan tulisan-tulisannya yang berkedalaman dan mencerahkan. "Saya ingat tulisan-tulisan (sastra) beliau, Darah Muda, Asmara Jaya, kemudian Melawat ke Barat, dan beliau juga pembuat atlas pertama," kata Jokowi.

Keluarga Adinegoro pun merasa terharu. "Ini baru pertama Presiden datang ke sini memperlihatkan secara khusus seorang tokoh dan ini luar biasa," ungkap Medrial Alamsyah, salah seorang cucu Adinegoro yang mewakili keluarga. Soebagijo IN, dalam pengantar buku yang ia tulis, Adinegoro Pelopor Jurnalistik Indonesia (1987), memuji, "Apabila di kalangan jagat wartawan Indonesia ada bintang-bintang, Djamaluddin Adinegoro adalah salah satu di antaranya."

Adinegoro yang bernama asli Djamaluddin Datuk Maradjo Sutan lahir 14 Agustus 1904 dan wafat di Jakarta, 8 Januari 1967. Nama Adinegoro diberikan Landjumin Datuk Tumenggung, pendiri majalah Tjahaja Hindia, juga asal Sumatra Barat. Djamaluddin yang mahasiswa STOVIA sudah beberapa kali menulis di majalah itu selain di harian Neratja.

Usul nama pena itu bertujuan menarik pembaca Jawa terpelajar dari kalangan ningrat. Landjumin sudah mempunyai nama pena, yakni Notonegoro. Djamaluddin berangkat ke Jerman pada 1926, tapi ia tak berdiam diri hanya di negeri ini. Ia menjelajah ke hampir seluruh kota di Eropa. Negeri Eropa umumnya mempunyai media cetak yang subur.

Sebagai contoh pada 1926 misalnya, di Jerman jumlah penduduknya sekitar 60 juta, tapi mempunyai 1.600 media cetak, baik harian, mingguan, maupun bulanan. Indonesia dengan jumlah penduduk yang juga sama dengan Jerman, hanya mempunyai 175 surat kabar dengan jumlah pembaca tak lebih dari 500 ribu.

Sementara itu, satu surat kabar saja di Jerman, Berliner Tageblatt, beroplah 500 ribu eksemplar. Belanda yang luasnya hanya seperempat Pulau Jawa, sedikitnya mempunyai 100 media cetak. Paris yang penduduknya sekitar 3 juta memiliki 50 media cetak. Pantaslah Eropa maju.

Pengalaman di Eropa itu ia tulis secara bersambung di majalah Pandji Poestaka. Itulah tulisan perjalanan yang selalu ditunggu pembaca Indonesia. Mata mereka dibukakan bagaimana Eropa pada waktu itu. Adinegoro pun dikenal sebagai penulis muda yang mempunyai banyak penggemar.

Jika Bung Karno menyatukan bangsa Indonesia dengan paham kebangsaan, Ki Hadjar Dewantara membukakan mata dengan pendidikan, Adinegoro membuka cakrawala wawasan dengan bacaan, dengan jurnalistik. Adinegoro pulang ke Indonesia pada 1931. Ia memang wartawan yang namanya mulai dikenal sejak muda. Pada 1974, PWI menganugerahi gelar Perintis Pers Indonesia.

Sejak itu, Hadiah Adinegoro diberikan kepada karya-karya jurnalistik terbaik. Mengenang Adinegoro, bagi saya, juga mengingatkan ranah Minangkabau secara keseluruhan. Ia lokus yang teramat subur bagi lahirnya orang-orang besar dalam banyak bidang: ulama, sastrawan, negarawan, ilmuwan. Untuk wartawan saja selain Adinegoro antara lain ada Agus Salim, Mohammad Natsir, Rohana Kudus, Samaun Bakri, HAMKA, dan Rosihan Anwar.

Kita tak bisa membayangkan Indonesia tanpa Sumatra Barat, tanpa Agus Salim, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisyahbana, dan sekian banyak yang lain. Hanya, kenapa Minangkabau hari ini seperti terputus dengan sejarah sebagai lokus subur lahir dan bertumbuhnya orang-orang hebat itu?



Berita Lainnya
  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.