Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
REZIM pemilu dan pilkada di Tanah Air masih memberikan ruang bagi pelanggengan politik dinasti. Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 nanti, politik dinasti pun berpotensi muncul. Kendati demikian, elektabilitas kadang dikesampingkan dalam proses pencalonan kepala daerah.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Aus Hidayat Nur tidak memungkiri bahwa pertimbangan utama dalam pencalonan kepala daerah adalah elektabilitas tokoh. Oleh karena itu, ia menilai tidak menyoalkan jika elektabilitas itu kemudian melekat pada hubungan kekerabatan.
Namun, Aus mengatakan masalah yang muncul adalah saat calon yang ditunjuk maju dalam kontestasi pilkada justru tidak melewati pertimbangan elektabilitas, tapi sekadar dipaksakan oleh kehendak pihak tertentu.
Baca juga : Pemberhentian Ketua KPU tak Halangi Pelaksanaan Pilkada 2024
"Agar calon itu bisa masuk dengan berbagai cara baik melalui finansial, kekuasaan, atau bentuk pengaruh lain. Cara inilah yang merusak tatanan kelembagaan," kata Aus kepada Media Indonesia, Minggu (7/7).
Oleh karenanya, ia mengatakan acapkali menjumpai orang yang tidak berinteraksi intens dengan partai politik, tapi tiba-tiba menjadi ketua partai di level lokal, bahkan nasional, yang selanjutnya menjadi calon kepala daerah. Baginya, faktor pendorong jalan pintas itu adalah fenomena partai yang pecah ataupun pendirian partai pecahan baru.
Ini diperparah ketika pendirian partai oleh tokoh politik dilakukan tanpa kaderisasi yang memadai. Faktor lainnya adalah pendirian partai oleh tokoh pengusaha. partai yang mengandalkan dana politik dari pengusaha, okupasi partai oleh pihak tertentu, dan partai politik yang dikendalikan pihak tertentu dari dalam maupun luar negeri.
Menurutnya, keberadaan faktor-faktor itu turut mendorong kelahiran politik dinasti, baik di level daerah maupun nasional.
"Pada sisi lain, masyarakat Indonesia yang mayoritas masih berada pada level ekonomi dan pendidikan yang rendah membuat politik dinasti tidak menjadi pertimbangan rasional mereka untuk meninggalkan partai atau calon tersebut," sambung Aus. (Tri/Z-7)
Kenaikan suara NasDem bersamaan dengan penggunaan sistem proporsional terbuka yang menguntungkan partai tersebut.
NasDem perlu memperluas basis dukungan di Jawa, menyasar pemilih kelas menengah bawah, dan menjangkau generasi muda.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar pemilihan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat atau presiden, sementara kepala daerah bupati atau walikota dipilih melalui DPRD.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Faktor pertama kenaikan PBB adalah semakin tidak terbendungnya pola politik transaksional dan politik berbiaya tinggi dalam Pilkada langsung.
Selama Pilkada 2024, TVRI menayangkan sebanyak 439 debat mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
KOMITE Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menolak wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD
Titi Anggraini menyebut pilkada lewat DPRD tidak relevan lagi membedakan rezim Pilkada dan Pemilu setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK
KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya jauh lebih dulu mengusulkan agar bupati dan walikota dipilih oleh DPRD
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved