Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
Pendahuluan
Perkembangan hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem hukum negara penjajah, terutama Belanda. Produk-produk hukum yang masih berlaku, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan representasi dari sistem hukum Eropa Kontinental (civil law) yang diwariskan secara paksa kepada bangsa Indonesia.
Meskipun pada akhir tahun lalu telah disahkan KUHP baru, keberadaan KUHAP sebagai hukum acara pidana masih berakar kuat pada warisan kolonial Belanda, sebelumnya dikenal sebagai Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Di era penjajahan, HIR merupakan instrumen hukum yang bersifat diskriminatif dan eksklusif, serta tidak memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia.
Dengan demikian, reformasi terhadap KUHAP seharusnya tidak hanya bersifat teknis atau formalistik, melainkan juga harus menjangkau aspek filosofis dan ideologis dengan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam pengembangan hukum nasional.
Menurut J.H. Merryman, sistem hukum merupakan seperangkat institusi, prosedur, dan aturan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat tertentu. Sistem hukum Indonesia saat ini merupakan hasil akumulasi dari tiga pengaruh besar:
Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum terdiri atas tiga unsur penting, yaitu:
Jika Indonesia ingin memiliki sistem hukum yang mencerminkan jati diri bangsa, maka reformasi KUHAP harus menyentuh ketiga unsur tersebut, dengan Pancasila sebagai titik sentral dari substansi dan budaya hukumnya.
Secara formal, KUHAP yang berlaku saat ini masih berada dalam koridor sistem civil law, ditandai oleh:
Namun, tantangan besar muncul ketika nilai-nilai dasar dalam pelaksanaan KUHAP tidak selaras dengan prinsip keadilan substantif. Hal ini menimbulkan wacana untuk mengadopsi unsur sistem common law, seperti penggunaan dewan juri guna mengurangi dominasi kekuasaan tunggal hakim dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam peradilan pidana.
Salah satu ciri utama dari sistem common law adalah penggunaan dewan juri (jury system), yang memungkinkan masyarakat berperan dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti untuk mengadili seseorang. Grand jury di Amerika Serikat, misalnya, bertugas mendengarkan bukti dari jaksa dan saksi, serta memutuskan secara kolektif apakah perkara layak untuk dilanjutkan ke pengadilan.
Hal ini sejalan dengan pandangan Ronald Dworkin, yang menekankan pentingnya “law as integrity”, yaitu hukum harus mencerminkan nilai-nilai moral dan partisipasi kolektif dalam pencapaian keadilan.
Dengan demikian, penggunaan elemen dari common law tidak harus diartikan sebagai pengingkaran terhadap civil law, tetapi bisa menjadi inovasi transformatif yang mendekatkan proses hukum kepada prinsip keadilan sosial dan partisipatif sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
Sudah saatnya Indonesia menjadikan Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi juga asas utama dalam pembentukan dan pelaksanaan sistem hukum. Pancasila menekankan lima prinsip dasar: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial. Semua nilai ini relevan untuk membangun sistem hukum acara pidana yang:
Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, hukum seharusnya menjadi alat untuk mencapai keadilan dan bukan semata-mata prosedur normatif. Inilah yang disebutnya sebagai “ law as a tool of social engineering ”.
Kurangnya koordinasi antar lembaga, intervensi politik, serta rendahnya integritas menjadi penyebab utama gagalnya pelaksanaan KUHAP yang ideal. Perlu adanya mekanisme perlindungan khusus terhadap aparat penegak hukum yang menjalankan tugasnya secara profesional.
Pelaku dan korban tindak pidana seharusnya menjadi sumber utama informasi dalam merumuskan reformasi hukum acara. Survei terhadap pengalaman mereka dapat menjadi data empirik yang penting untuk menyempurnakan sistem hukum acara.
KUHAP perlu terus dievaluasi dan direvisi agar responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Pembaharuan harus berdasarkan riset empiris dan nilai-nilai Pancasila, bukan karena tekanan kekuasaan atau kepentingan politik sesaat.
Budaya hukum bangsa sangat menentukan kualitas penegakan hukum. Tanpa restorasi karakter dan moral kolektif bangsa, hukum akan selalu mudah dibeli dan dimanipulasi.
Reformasi KUHAP harus menjadikan Pancasila sebagai asas utama. Hal ini sesuai dengan cita hukum Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar filosofis, civil law sebagai sistem struktural, dan mengadopsi nilai-nilai substantif dari common law (seperti keterlibatan masyarakat melalui juri), Indonesia dapat membentuk sistem hukum acara pidana yang bukan hanya sah secara hukum (de jure), tetapi juga adil dan bermartabat (de facto).
Mewujudkan KUHAP yang Pancasilais bukan sekadar keinginan idealis, tapi keniscayaan konstitusional. Pancasila bukan hanya dasar negara, tapi mestinya menjadi ruh dari seluruh sistem hukum kita. Seperti dinyatakan Bung Karno: “Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberi kehidupan pada negara.”
Oleh karena itu, reformasi KUHAP harus melepaskan diri dari belenggu warisan kolonial, tidak perlu latah mengimpor sistem luar, dan mulai membangun jati diri hukumnya sendiri. Hukum acara pidana harus menjadi cermin dari nilai-nilai luhur bangsa, bukan sekadar fotokopi dari praktik asing.
Negara yang merdeka secara hukum adalah negara yang berdaulat secara filosofi. Maka pertanyaan mendasarnya adalah: apakah kita ingin terus berjalan di atas hukum warisan kolonial atau menciptakan sistem hukum yang berpihak pada rakyat dan berakar pada nilai-nilai bangsa sendiri?
Reformasi KUHAP adalah momentum untuk menjawab pertanyaan ini. Dan jawabannya sudah lama ada dalam hati nurani bangsa: Pancasila. (Z-2)
BADAN Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memberikan dukungan penuh terhadap peluncuran Gerakan Nasional Waktu Bermain Anak dan Penguatan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Di tengah dinamika kebangsaan yang kerap diwarnai ketegangan antara identitas agama dan tenun pluralitas, sebuah pertanyaan fundamental layak kita ajukan kembali.
KEPALA BPIP Yudian Wahyudi menyebut kehadiran nilai-nilai Pancasila di Kabupaten Natuna bukan hanya sekedar slogan, melainkan sebagai kekuatan hidup yang terwujud di NKRI
KEPALA Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menegaskan pentingnya peran pengajar dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila secara holistik.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengungkapkan Magelang Kebangsaan Fun Run 2025 bukan sekadarperlombaan lari, tetapi Jadi Simbol Persatuan dan Semangat Pancasila
SEBANYAK tujuh pemuda-pemudi purna paskibraka terpilih dilantik dan dikukuhkan sebagai Pelaksana Duta Pancasila Paskibraka Indonesia (DPPI) Kota Yogyakarta untuk masa jabatan 2025–2029
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
Penanganan kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di sejumlah kantor kepolisian yang penyidiknya merupakan seorang laki-laki, harusnya peyidik perempuan.
Para perwira muda polisi itu memiliki tantangan yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.
Prabowo berpesan kepada 2.000 perwira tersebut untuk mengabdikan diri pada bangsa dan negara.
Para tersangka memiliki peran berbeda dalam sindikat tersebut, mulai dari perekrut awal, perawat bayi, pembuat dokumen palsu, hingga pengiriman bayi ke luar negeri.
Tugas Polri tidaklah mudah karena banyak persoalan internal dan eksternal yang muncul.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved