Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
DULU profesor itu, ya, profesor. Sama artinya dengan guru besar. Begitu menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen serta Tunjangan Kehormatan Profesor. Kemudian muncul kategori profesor tetap dan tidak tetap.
LIPI, sebelum dilebur ke dalam BRIN, lewat Peraturan No 15 Tahun 2018 memunculkan istilah gelar 'profesor riset', sesuai dengan judul peraturan LIPI itu. Gelar itu diberikan untuk peneliti di lingkungan mereka sendiri.
Kemudian Kemendikbud-Ristek memunculkan sebutan 'profesor kehormatan'.
Lantas apa beda profesor tetap dengan profesor tidak tetap? Kalau profesor tetap itu mendapat tunjangan kehormatan dari pemerintah, artinya dari APBN. Jadi, yang kehormatan itu tunjangannya. Profesor tidak tetap itu tunjangan kehormatannya dari perguruan tinggi yang mengangkatnya.
Jadi, yang ada itu ialah tunjangan kehormatan untuk profesor. Beda dengan dosen yang belum profesor; tunjangannya tidak diberi embel-embel kehormatan. Ini bukan hanya karena nilai tunjangannya berbeda, melainkan juga sebutan itu sekaligus menunjukkan derajat seorang guru besar di tengah-tengah sejawat sesama dosen.
Kalau doktor kehormatan memang ada, doctor honoris causa atau Dr (HC), walaupun ada juga bahasa pelesetan, yaitu 'doktor humoris causa'. Dalam catatan saya, orang pertama yang membuat pelesetan itu ialah seorang humoris juga, yaitu Arswendo Atmowiloto. Tidak menutup kemungkinan ada juga bahasa pelesetan yang dibuat untuk kata profesor.
Professorship dan profesionalisme
Profesor beda dengan doktor. Bukan hanya beda istilah, melainkan juga substansi. Doktor itu ialah gelar. Gelar bagi yang berhasil menempuh jenjang pendidikan formal tertinggi. Sebaliknya, profesor itu ialah pangkat. Pangkat akademik tertinggi yang disandang seorang dosen.
Kalau di dunia militer ada pangkat tertinggi, yaitu jenderal, marsekal, atau laksamana. Cita-cita karier seorang perwira militer ialah menjadi jenderal, sedangkan cita-cita karier seorang dosen ialah menjadi profesor.
Profesor memiliki akar kata yang sama dengan kata profesi. Berasal dari kata Latin professio. Bahasa yang semula digunakan di lingkungan gereja. Artinya kurang lebih sama dengan 'tahbis'. Di dalam tradisi Islam disebut baiat. Mirip dengan kata sumpah, tapi beda dengan sumpah jabatan.
Professio ialah sumpah yang lebih mengandung nilai sakral dan intrinsik. Professio ialah ritus ketika seorang calon biara atau biarawati, setelah melalui tahapan penempaan rohani yang panjang dan rumit akhirnya memutuskan, berjanji akan mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan.
Mirip seperti itulah proses yang seharusnya dilalui seorang dosen, hingga pada akhirnya meraih predikat profesor. Kurang lebih sama bagi orang yang telah memilih karier di dunia militer, hingga akhirnya meraih pangkat tertinggi, yaitu sebagai jenderal.
Dalam hal pemberian pangkat kehormatan di dunia militer, setahu saya belum pernah ada orang yang tidak meniti karier di bidang militer yang kemudian memperoleh pangkat jenderal kehormatan, kecuali di era Orde Lama beberapa pejabat sipil diberi pangkat tituler jenderal.
Agak beda, kalau di dunia perguruan tinggi, karena kepentingan, alasan, atau pertimbangan tertentu seseorang bisa diberi pangkat profesor kehormatan sekalipun yang bersangkutan bukan seorang dosen.
Seorang profesor ialah orang yang telah melakukan 'profes' bahwa seluruh hidupnya akan diabdikan kepada ilmu pengetahuan yang telah begitu ia cintai dan ditekuni, termasuk membimbing sejawatnya yang lebih junior. Beda tipis dengan arti profesional. Seorang profesional ialah ia yang telah melakukan 'profes' untuk mengabdikan hidupnya kepada bidang keahlian yang telah ia kuasai dan geluti.
Hasil karya seorang profesor dan seorang profesional harus bermanfaat untuk masyarakat luas, dan berpantang keras atas hal yang sebaliknya, yaitu kepakaran atau keahliannya itu merugikan atau mengorbankan masyarakat luas. Itulah sebabnya syarat dari professorship dan profesionalisme sama. Baik kepakaran dalam ilmu maupun keahlian dalam pekerjaan apa pun dituntut adanya tanggung jawab sosial.
Ibarat dokter gadungan
Lebih lanjut, jika merujuk pendapat Prof Samuel P Huntington; baik professorship maupun profesionalisme menuntut adanya rasa kesejawatan (sense of corporateness). Di dunia militer disebut esprit de corps atau jiwa korsa. Sama dengan jalan menuju profesor, untuk meraih derajat profesional, kata Huntington, harus melalui pendidikan dan pemagangan yang lama, bertahap, berjenjang dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Juga mesti melewati uji kompetensi yang dilakukan sejawatnya yang lebih dulu meraih derajat keahlian dan lebih berpengalaman.
Dengan menempuh proses tersebut, pada akhirnya yang bersangkutan diakui sebagai ahli di bidang pekerjaan tertentu sekaligus sebagai bagian dari sejawat. Dengan demikian, bisa dipastikan tidak ada orang yang bisa menjadi ahli tanpa melalui proses pendidikan dan pemagangan tersebut. Dia pasti juga tidak akan memperoleh pengakuan karena dia bukan bagian dari sejawat.
Bandingkanlah dengan, misal, profesi dokter. Salah satu profesi yang tergolong tua dan sangat mapan. Kalau ada dukun yang dapat menyembuhkan orang sakit, bahkan bisa menghidupkan orang mati sekalipun; dia tidak akan pernah diangkat menjadi dokter kehormatan. Kalau dia berani menyandang gelar dokter, dia akan disebut dokter gadungan alias dokter abal-abal.
Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup. Setan-setan dibelenggu.
TUHAN telah mewajibkan puasa bagi semua umat manusia yang beriman kepada-Nya (QS Al-Baqarah: 183), termasuk umat-umat beragama sebelum agama Islam.
BESOK, 13 Februari 2025, Muhadjir Effendy akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.
27 hari libur nasional dan cuti bersama 2025 yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi masyarakat dan Kementerian/Lembaga (K/L) serta pemerintah daerah.
Kejuaraan yang akan berlangsung pada 19-22 Juni 2025 tersebut merupakan bagian dari festival tenis antar profesor yang diselenggarakan oleh Asosiasi Tenis Profesor Indonesia (ATPI).
Profesor di Indonesia memiliki waktu yang sedikit untuk melakukan riset atau penelitian karena waktunya dihabiskan untuk mengajar di kampus.
Studi Prof SitiĀ menggunakan metode generalized vector autoregressive untuk mengukur volatility spillover antar entitas dalam konglomerasi.
PRESIDEN Prabowo Subianto melontarkan sindiranĀ terhadap sejumlah pihak yang mengkritik program makan bergizi gratis (MBG)
DUNIA akademik kita seakan tidak pernah sepi dengan masalah etika
Pencapaian institusional harus dibarengi dengan peningkatan mutu tridarma perguruan tinggi, termasuk kontribusi nyata dalam mencerdaskan bangsa dan membangun peradaban.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved