Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Ferdy Sambo, Brigadir J, dan Program Presisi

Eko Suprihatno, Editor Media Indonesia
23/7/2022 11:32

Langit mendung yang tengah menyelimuti kawasan Trunojoyo seperti belum ingin beranjak pergi. Menyebut kawasan Trunojoyo ini sesungguhnya untuk mengatakan di situlah letak Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang berada di Jalan Trunojoyo nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Baca juga: Ditemukan Unsur Pidana, Kasus Tewasnya Brigadir J Naik Penyidikan

Kalau disebutkan mendung menyelimuti tak lepas dari keriuhan yang terjadi di markas kepolisian tersebut karena peristiwa polisi menembak polisi. bahkan tak tanggung-tanggung, peristiwa tersebut menyeret nama Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Adalah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) harus meregang nyawa yang sempat dinyatakan akibat baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Ferdy pada Jumat 8 Juli 2022.

Beda dalih

Uniknya, publik baru mengetahui ada peristiwa berdarah pada Senin 11 Juli 2022.Kalau menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, hal tersebut dilakukan pendalaman dan penelusuran dulu. Tapi, dua hari kemudian, Rabu 13 Juli 2022, Ahmad Ramadhan berdalih pada 9 dan 10 Juli 2022 sedang ada perayaan Hari Raya Iduladha. Dalih lain yang terpenting dari kasus tersebut adalah penanganannya, bukan kapan kasus diungkap ke publik. Mau tidak mau kita harus mempercayai berbagai dalih dari kepolisian.

Baca juga: Aksi Saling Tembak Baru Terungkap Setelah 3 Hari, Polisi: Media Fokus Idul Adha

Persoalannya, sejumlah dalih yang dilakukan ternyata secara perlahan mulai membuat blunder. Praktisi hukum Sandi Situngkir menilai perbedaan pernyataan kepolisian justru menjadi sumber masalah dalam kasus tersebut. Menurut dia, sebaiknya penjelasan dilakukan melalui satu pintu.

Adanya perbedaan pernyataan selama proses penyelidikan menjadi makin simpang siur dan memicu polemik di masyarakat. Melalui media sosial, beragam analisa pun muncul dari beragam pihak dengan mengacu pada keterangan-keterangan di media massa. Banyak pihak seolah menjadi analis jempolan yang paling tahu dan paling benar dalam menyampaikan informasi.

Kejanggalan

Sejumlah kejanggalan menyeruak dalam peristiwa yang menyedot perhatian publik tersebut. Misalnya, kenapa ada jeda tiga hari sebelum rilis oleh polisi ke publik sejak kejadian. Keanehan lainnya, warga yang tinggal di kompleks perumahan tersebut, termasuk ketua rukun tetangga (RT) setempat tidak mengetahui atau mendengar ada kontak senjata dengan jumlah peluru yang dimuntahkan sebanyak 12 peluru. Dari jumlah itu, lima peluru menembus tubuh Brigadir J. Belum lagi keterangan antara keluarga korban dan polisi tentang luka-luka dalam tubuh korban saling bertentangan.

Baca juga: Adu Tembak Polisi, Irjen Napoleon: Perkara Mudah, jangan Ditutupi

Kalau mengutip pernyataan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte, tidak serumit yang dibayangkan. Itu perkara mudah dibongkar, tidak perlu tim gabungan pencari fakta segala. Penyidik biasa sudah bisa mengungkapnya. Itu kata Napoleon.

Bahkan tidak kurang dari Presiden Joko Widodo menegaskan, usut tuntas, buka apa adanya, jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Itu adalah pernyataan kali ketiga dari Presiden yang juga Kepala Negara yang diutarakan pada Kamis 21 Juli 2022. Sebelumnya, Presiden sudah meminta kasus itu dibuka seterang-terangnya ke publik. tuntaskan, jangan ditutupi, terbuka, jangan sampai ada keraguan dari masyarakat.

Baca juga: Kapolri Janji Transparan Selesaikan Kasus Baku Tembak Anggota

Alhasil, Kapolri membentuk tim gabungan yang dipimpin Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono dengan melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional. Kalau sudah begini, dalih apa lagi yang akan diusung agar masyarakat yakin bahwa kasus ini bisa selesai secara terang benderang. Presiden sudah tiga kali bicara, masak harus sampai empat kali?

Baca juga: Presiden Jokowi Minta Pengusutan Kasus Brigadir J Dilakukan Transparan

Menko Polhukam, yang juga Ketua Kompolnas, Mahfud MD juga sudah jelas menuturkan kasus ini banyak kejanggalan. Jadi, tidak ada alas an lagi bagi Polri untuk membuka. katakan saja dengan tegas, siapa sebenarnya yang menembak mati Brigadir Yoshua. Apakah memang benar karena diawali dengan pelecehan seksual. Sebab Mabes Polri terang-terangan menuding Brigadir Yoshua, yang merupakan sopir istri irjen Ferdy Sambo, ditembak oleh Bharada E, sopir Sambo.

Bahkan, masih ditambah keterangan Yoshua diduga melakukan pelecehan seksual dan penodongan senjata kepada istri Sambo. pihak keluarga pun tidak yakin Yoshua melakukan hal tercela seperti itu. terlebih ketika jenazah sampai di rumah duka, ada anggota Polri yang melarang peti mati dibuka. Kalau sudah begitu, jangan salahkan pihak keluarga yang menuding ada yang ditutup-tutupi Polri.

Terbukti, belakangan Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dinonaktifkan. Sebelumnya Kapolri membebastugaskan Ferdy Sambo sebagai Kepala Divisi Propam. Rasanya, tak mungkin Kapolri akan mengambil tindakan sedrastis itu kalau tak ada sesuatu di dalamnya.

Baca juga: Ini Alasan Kapolres Jaksel dan Karo Paminal Dinonaktifkan

Program Presisi

Sekaranglah saatnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuktikan program Presisi yaitu prediktif, responsilitas, transparansi, berkeadilan, bukan sekadar jargon.

Polri sudah jadi bulan-bulanan sinisme masyarakat dalam kasus AKB Raden Brotoseno, terpidana kasus suap. Hanya karena desakan masyarakat sajalah membuat Kapolri akhirnya memecat Brotoseno yang sebelumnya masih mendapat peran dan posisi di Polri seusai menjalani pidana. Ketika akhirnya menerima kembali Brotoseno, alasannya sungguh menggelitik, karena yang bersangkutan berprestasi.

Suka tidak suka kita memang harus melirik bagaimana kekuatan media sosial yang bisa menjadi kelompok penekan baru. Polri bukan sekali dua kali disebut baru bergerak ketika kasus sudah viral.

Kasus penembakan Brigadir J tentu pertaruhan besar bagi Polri, termasuk ujian bagi program Presisi Polri mengingat atensi yang sangat besar dari publik. Hukum tidak semata mengejar kepastian hukum (rechmatigkeit), tetapi keadilan yang merupakan tujuan paling luhur dari penegakan hukum. Plato mendefinisikan keadilan sebagai the supreme virtue of the good state (kebajikan tertinggi dari negara yang baik).

Jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya