Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar UGM Ragu Langkah Efisiensi Anggaran Prabowo Mampu Capai Target

Ardi Teristi Hardi
31/1/2025 14:05
Pakar UGM Ragu Langkah Efisiensi Anggaran Prabowo Mampu Capai Target
Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Pamerah, Jakarta, Senin (6/1/2025).(Dok MI)

PRESIDEN Prabowo telah mengeluarkan Inpres No 1/2025 tentang efisiensi belanja APBN 2025. Kebijakan tersebut merupakan langkah strategis yang diambil untuk mengatasi kesulitan dalam menyeimbangkan antara potensi pendapatan dengan prioritas belanja negara dalam mendukung keberlanjutan pembangunan. 

Guru Besar UGM Bidang Manajemen Kebijakan Publik, Prof Wahyudi Kumorotomo, mengatakan target efisiensi anggaran yang ditargetkan Presiden Prabowo senilai Rp306 triliun memang cukup besar.

Hal tersebut menjadi tantangan berat bagi pemerintah pusat maupun daerah. Meski upaya efisiensi APBN bisa dilakukan, dalam implementasinya tidak mudah mengingat kecenderungan pola budaya birokrasi yang selalu boros membelanjakan anggaran untuk keperluan belanja rutin sangat sulit diatasi.

"Kementerian, lembaga di pusat maupun di daerah sudah terbiasa dengan belanja alat tulis kantor (ATK), unsur penunjang, rapat-rapat teknis yang biayanya relatif besar, dan itu semua sangat sulit diubah,” terang dia.

Di sisi lain, jumlah kementerian dan lembaga di pusat saat ini bertambah sangat signifikan, dari sebelumnya 34 kementerian dan lembaga menjadi 48 kementerian dan lembaga. Dengan kementerian dan lembaga sebanyak itu, dana yang dibutuhkan untuk operasional akan jauh lebih besar.

“Banyak kementerian dan lembaga baru yang bahkan sampai sekarang pejabatnya masih melakukan konsolidasi, menambah personel, dan semua itu tentunya membutuhkan penambahan alokasi belanja,” terang dia.

Tidak hanya itu, isu penaikan PPN 12% yang pada akhirnya dibatalkan bagi pemerintah juga merupakan tantangan, karena pemerintah harus mencari sumber-sumber pendapatan alternatif yang tidak mudah.

"Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 jelas akan tertekan apabila alternatif itu tidak diperoleh sedangkan pemerintah tidak berani mengambil opsi yang risiko ekonomi-politiknya besar," terang dia. 

Pemerintah sebenarnya masih bisa meningkatkan pajak progresif bagi para pengusaha super-kaya. Pendapatan negara juga bisa diperoleh dengan membebankan tambahan pajak atas eksplorasi sumber daya alam seperti batubara ketika komoditas ini masih dalam periode wind-fall.

Namun demikian, untuk mengambil kebijakan meningkatkan pajak progresif bagi pengusaha super kaya dan tambahan pajak atas SDA membutuhkan keberanian dan komitmen politik pemerintah yang sangat kuat.

"Saya kira masih terbuka banyak peluang untuk mendapatkan tambahan dana untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Tetapi, semuanya tergantung kepada kemauan politik dan bergeraknya birokrasi pemerintah dalam mendorong program-program yang meningkatkan kesejahteraan rakyat,” terangnya.

Wahyudi berpendapat, apabila pemerintah berhasil melakukan penghematan dan mencapai target efisiensi hingga Rp316 triliun, program unggulan pemerintah bisa berjalan dengan baik. “Saya kira program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) tentu akan mendapat dana segar yang baru,” ungkapnya.

Apabila dilakukan secara konsisten dan dipantau dengan cermat, MBG menjadi program yang sangat strategis bagi peningkatan SDM Indonesia. Program ini pun diharapkan bisa mencapai sasaran penurunan angka stunting, peningkatan status gizi anak sekolah yang seimbang, serta prestasi akademik anak sekolah. 

Namun dalam pelaksanaannya, apakah bisa berjalan secara berkelanjutan? Hal tersebut, kata dia, tentu menjadi tantangan sendiri di masa mendatang. (AT/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya