Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Deforestasi 20 Juta Hektare untuk Pangan dan Energi Dibayangi Bencana Ekologis

Denny Susanto
19/1/2025 14:30
Deforestasi 20 Juta Hektare untuk Pangan dan Energi Dibayangi Bencana Ekologis
Penggundulan hutan(Antara)

BENCANA ekologis yang semakin besar membayangi rencana pemerintah membuka lahan 20 juta hektare hutan untuk alasan pangan dan energi. Kebijakan ini juga menjadi ironi di tengah gencarnya upaya rehabilitasi kerusakan hutan dan lahan untuk mengatasi perubahan iklim.

Organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan menolak tegas rencana pembukaan lahan hutan yang akan menciptakan deforestasi dan dampak lingkungan tersebut.

"Rencana tersebut merupakan kesesatan berpikir. Hal tersebut seolah-olah menjelaskan kerusakan ekologis akibat deforestasi dianggap sebagai hal sederhana. Itu juga memperlihatkan watak tidak pernah belajar dari masa lalu seperti proyek lahan gambut 1 juta hektare dan lahan food estate di Kalimantan Tengah yang sangat nyata kegagalannya," tegas Direktur Walhi Kalsel, Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, Minggu (19/1).

Kalimantan Selatan juga menjadi contoh kegagalan proyek bersifat seremonial yang ugal-ugalan. Ribuan hektare Proyek Hari Pangan Sedunia (HPS) Tahun 2018 yang dilaksanakan di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, mengalami kegagalan. Belakangan lahan usai HPS yang dipaksa produktif dan menghabiskan anggaran ratusan miliar rupiah itu, telah menjadi padang rumput atau semak belukar.

"Tidak ada agenda berkelanjutan setelah proyek yang menelan anggaran jumbo tersebut. Sebaliknya, kini Jejangkit sangat rentan terdampak krisis iklim dan bencana ekologis. Selain itu, potensi konflik masyarakat petani dengan perusahaan perkebunan sawit bisa saja kembali meningkat," kata Raden.

Di samping kerusakan lingkungan kian parah, pernyataan yang sesat pikir seperti ini dinilai jelas memalukan sebagai negara yang ikut terlibat dalam perjanjian Paris pada 2015 lalu dan telah diratifikasi melalui Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). 

"Ini ironi di satu sisi kita gencar melakukan penanaman pohon untuk merehabilitasi kerusakan hutan, di sisi lain kita mau membabat hutan," tambah Raden.

Di Kalimantan Selatan saat ini beban izin PBPH, tambang, dan sawit mencapai sekitar 2,5 juta hektare, jauh lebih besar dari tutupan hutan yang hanya sekitar 716.428 hektare. Bahkan hutan primer di Kalsel hanya tersisa sekitar 49.958 hektare. 

Karena itu Walhi mendesak pemerintah untuk mengurungkan dan menghentikan proyek ambisius mempercepat laju deforestasi tersebut. Dengan alasan pangan dan energi bukan berarti kita mesti serta merta menumbalkan hutan kita yang juga menjadi indentitas bangsa ini. Tanpa hutan kita akan kehilangan sumber keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang rentan dan esensial. (DY/J-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya