Tangani Kasus Bukit Asam, JPU Diingatkan Harus Miliki Sense of Crisis

Media Indonesia
13/12/2023 12:44
Tangani Kasus Bukit Asam, JPU Diingatkan Harus Miliki Sense of Crisis
Direktur Utama Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) Mukhsin Nasir(Dok. Pri)

PEMERIKSAAN yang diduga tidak sempurna oleh jaksa penuntut umum (JPU) bisa menimbulkan kerugian bagi terdakwa atau penasihat hukum PT Bukit Asam (BA).

"Dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan PT BA, dakwaan yang tidak sempurna bisa merugikan terdakwa untuk mendapatkan keadilan dalam persidangan," kata Direktur Utama Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) Mukhsin Nasir melalui keterangannya, Rabu (13/12).

Baca juga: Waspada, Titik Rawan Bencana, Kecelakaan, dan Kemacetan Di Jalur Mudik Nataru Jateng

Sebelumnya, sidang lanjutan dugaan korupsi akusisi dilakukan oleh PT BA yang diduga merugikan negara Rp162 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor (Pengadilan Negeri Palembang), Sumatra Selatan, Senin (11/12).

Empat mantan direksi PT Satria Bahana Sarana (SBS) dipanggil menjadi saksi untuk terdakwa dari kasus dugaan tindak pidana korupsi akusisi saham milik PT SBS oleh PT Bukit Asam Tbk melalui PT Bukit Asam Investama (BMI) yang merupakan anak usaha PT BA.

Terkait sidang tersebut, menurut Mukhsin JPU harus memiliki sense of crisis. Mereka harus mempunyai kepekaan dalam melakukan penyusunan materi dakwaan saat persidangan. Tujuannya agar penuntut memiliki kesesuaian antara bukti materiil dalam peristiwa hukum yang ditetapkan berdasarkan BAP melalui hasil penyelidikan dan penyidikan.

"Kalau JPU memiliki sense of crisis mereka nantinya ketika membacakan dakwaan dalam persidangan bisa memenuhi rasa keadilan kepada masyarakat. Mereka harus mempunyai kepekaan dalam menyusun materi dakwaan yang melahirkan rasa keadilan dan hati nurani sesuai yang digemborkan oleh Jaksa Agung," ujarnya.

Berdasarkan dokumen yang diperolehnya, Mukhsin menyebut surat dakwaan tersebut tidak cermat. Penuntut umum dinilai telah keliru dengan menafsirkan dan menggolongkan perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana korupsi, yang sebetulnya merupakan aksi korporasi yang dilindungi oleh doktrin business judgement rule (BJR), sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas.

Selain itu, imbuhnya, poin dalam surat dakwaan tersebut juga tidak cermat dan tidak jelas terkait dengan uraian penuntut umum di luar waktu terjadinya tindak pidana terkait PT BA. "Anasir kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan kabur, tidak jelas, dan tidak lengkap," tandasnya. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya