Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Baterai Bekas Laptop dan Sel Surya untuk Mandiri Energi nan Ramah Lingkungan

Ignas Kunda
11/12/2023 22:36
Baterai Bekas Laptop dan Sel Surya untuk Mandiri Energi nan Ramah Lingkungan
Andhy Baharuddin dengan panel surya miliknya(MI/Ignas Kunda)

BUNYI kipas pendingin alat elektronik terdengar mendenging lembut seisi ruangan. Dalam ruangan berukuran 3x3 meter ini Andhy Baharuddin terlihat sibuk memilah atau mensortir baterai lithium bekas laptop. 

Dengan cekatan dan ia terus bergumul dengan baterai yang mencapai ratusan buah selepas pulang kantor. Matanya tak henti terus memandang tumpukan baterai yang diletakan dalam kotak berukuran 50x20x10 cm. Tangannya terus bergerak dengan jari-jari terus mengais sejumlah baterai yang dirasa kondisinya masih baik.

Semua pembungkus baterai lithium yang rusak dibungkusnya kembali dengan peralatan apa adanya. Ia mengambil bungkusan semacam kantong es berwarna-warni, namun berukuran kecil seukuran baterai yang dibuat khusus untuk bungkus baterai dengan setiap ujungnya tak menyatu. 

Baca juga : PLN EPI Gandeng Maharaksa Biru Energi Dalam Utilisasi Biomassa STAB

Lalu dimasukannya baterai lithium itu ke dalam bungkusan kemudian dipanaskannya bungkusan itu pada bagian luar dengan menggunakan pemantik agar bungkusan melekat pada baterai lithium itu. Ia kemudian mengecasnya lalu mengukur daya tersimpan serta tegangan agar bisa digunakan sebagai penyimpan daya listrik dalam rumahnya.

“Ini semua baterai bekas laptop karena itu harus saya pilih lagi mana yang baik lalu saya ukur lagi berapa watt dan voltasenya agar bisa saya gunakan lagi sebagai penyimpan energi,” kata Andhy seraya terus membungkus setiap baterai lithium.

Baca juga : Resmikan Listrik 24 Jam, PLN dan Pemda Wujudkan Penantian Masyarakat Pulau Nangka

Pada ruangan itu di pintu masuknnya tertulis PLTS Room Power. Tampak ruangan tak teratur dengan banyaknya peralatan. Hanya ada dua buah meja tersusun berbentuk L dengan kursi tempat Andhy duduk berkesperimen. 

Pada dua buah meja tersebut terdapat beberapa peralatan listrik dibiarkan bertumpuk akibat kecilnya ruangan. Ada laptop, solder, timah, baterai lithium, alat ukur tegangan, kuat arus dan hambatan komponen listrik atau biasa disebut AVO meter, beberapa papan pcb, serta beberapa kotak almunium serta masih banyak peralatan lain yang hanya diketahui oleh Andhy sendiri. 

Di lantai ruangan itu pun masih terdapat beberapa peralatan yang kelihatannya masih dalam proses pengerjaan. Tampak ruangan awut-awutan. Namun tidak bagi Andhy setiap peralatan yang ada di ruangan ini punya fungsi tersendiri yang selalu digunakannya kala bereksperimen dan riset dan menciptakan listrik ramah lingkungan.  

Berada jauh di pelosok timur Indonesia tidak membuat Andhy Baharudin seorang pegawai negeri sipil golongan 2, yang mengabdi pada Dinas Komunikasi dan Informasi, ini berhenti kreativitasnya hanya karena keterbatasan serta mahalnya peralatan teknologi listrik.

Andhy tinggal di Kota Bajawa, Ibu Kota, Kabupaten Ngada, NTT yang ketinggianya sekitar 1100 mdpl dengan bentuk kota seperti kawah dengan dikelilingi gunung dan perbukitan. Bajawa dikenal sebagai kota dinginnya Pulau Flores selain Ruteng. 

Bekal pendidikan SMK yang dulunya dikenal dengan STM (sekolah teknik menengah) jurusan elektro dan pergaulan seputar teman-temannya, Andhy mulai mendesain dan bereksperimen dengan media penyimpanan listrik serta meriset sendiri sumber-sumber energi yang cocok didaerahnya. 

Akhirnya perjalanan panjang eksperimen Andhy sampai pada memanfaatkan baterai lithium bekas laptop yang sebagiannya bisa didapatkan cuma-cuma dari laptop bekasnya serta dikumpulkan dari kawan-kawannya. Perjalanan eksperimen seperti ini sudah Andhy jalankan sejak sepuluh tahun lalu dengan melihat bagaimana pentingnya listrik untuk kehidupan namun tidak merusak lingkungan.

“Karena itu saya meriset sendiri kira-kira cocoknya, energi apa yang dapat dipakai seperti di Kota Bajawa yang dingin dan tinggi ini, ada cahaya matahari yang cocok, ” ungkap Andhy.

Sebelum menggunakan baterai, Andhy pernah mencoba menggunakan AKI/ACCU baik yang kering ataupun yang basah. Namun sayang semua AKI paling lama hanya bisa bertahan selama 2-3 tahun. 

Andhy juga mencoba menggunakan AKI dari BTS yang biasa dipakai pada menara telekomunikasi. Aki tersebut memiliki umur pakai yang lebih lama dari AKI yang biasa dijual di pasaran. Namun harga yang harus dibayar tentu sangat mahal bisa puluhan juta. 

“Aki ini punya kelemahan sebagai penyimpan daya karena bila rusak maka akan diganti baru dengan harga yang relatif lebih tinggi, ini tentu menguras isi dompet saya yang hanya pegawai kecil ini uang dari mana,” keluhnya.

Keadaan itu membuat Andhy mulai memutar otak bereksperimen sambil melihat beberapa komunitas seperti di pulau lain yang teknologinya lebih maju seperti di Pulau Jawa memanfaatkan baterai bekas laptop. 

Ia lalu berusaha mengumpulkan baterai lithium bekas laptop dari kawan-kawanya dan juga kenalan. Namun sayang hanya sedikit yang terkumpul sehingga berimbas pada kecilnya daya yang dihasilkan sehingga terpaksa menguras tabungannya untuk membeli baterai lithium bekas laptop secara online. 

Menurut Andhy, baterai lithium laptop yang rusak, beberapa sel masih berfungsi baik sehingga dikumpulkan untuk dijadikan satu gugusan lagi. Kini baterai bekas pakai yang tersusun sebanyak 1400 buah ini sudah bisa menyimpan daya sebesar 9,6 kwh yang lebih dari cukup buat listrik dalam rumahnya ketika cuaca cerah.

“Coba awal dengan 12 baterai lithium tiga tahun sebelum pandemi merebak. Ketika pandemi mau kerja uang tidak ada mau tambah daya uang tidak ada,” keluhnya.

Bagi Andhy, penyimpanan daya menggunakan baterai bekas laptop itu lebih murah dan hemat dibandingkan media penyimpan lain karena bisa diganti per sel baterai nya bila terjadi kerusakan. 

Selain itu, sumber energi ramah lingkungan sangat banyak bisa angin, matahari, air namun yang sulit adalah menyimpan semua energi itu agar tidak terbuang percuma.

“Setiap sel lebih murah harganya dengan harga per baterai atau per selnya berkisar antara 6 ribu sampai 12 ribu rupiah. Media penyimpan daya seperti AKI sangat mahal harganya dan sulit terjangkau buat pelosok-pelosok terpencil Indonesia karena itu saya mencoba memanfaatkan bahan-bahan yang ada yang lebih hemat harganya,” ungkapnya.

Mandiri Energi dan Ramah Lingkungan

Pada setiap pagi dan siang hari ia dan istrinya selalu bergantian membersihkan panel sel surya dari kotoran berupa daun bambu yang berserakan memenuhi panel agar memaksimalkan penyinaran matahari.

Beberapa panel surya akan dimiringkan pada pagi hari sebelum ia pergi ke kantor untuk memaksimalkan intensitas cahaya yang masuk dan nanti akan diubah menjadi energi listrik yang tersimpan dalam baterai bekas laptop. Namun itu dilakukan setahun lalu. Tahun ini panel-panel suryanya telah dibuat penyangga dan dibuat lebih tinggi untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari yang lebih baik. 

Di Bajawa intensitas cahaya matahari masih lebih minim dibandingkan kota lain di Flores di kala musim hujan tiba. Selain itu curah hujan juga lebih tinggi dibandingkan daerah lain. 

Sistem listrik independen seperti ini telah digunakan Andhy hampir 4 tahun terakhir. Instalasi penggunaan energi matahari awalnya cukup mahal. Ia harus berinvestasi secara mandiri dan perlahan dengan membeli dua buah panel surya pada awalnya pada 2015, kini telah menjadi 7 buah dengan 3 buah berdaya 410 Wp (watt peak) dan 4 buah berdaya 200 Wp sehingga total daya menjadi 2030 Wp yang diletakan pada halaman rumahnya. 

Panel surya tersebut menerima cahaya dari matahari, kemudian dikonversi menjadi listrik lewat sel-selnya, dialirkan ke MCB (pemutus daya) yang juga sebagai proteksi kemudian dimasukan ke solar cas controler untuk mengatur tegangan yang berhubungan dengan baterai litihium. 

Berikutnya semua daya disalurkan ke baterai management sistem yang akan mengatur atau mengontrol besarnya tegangan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan tegangan sebelum semua daya disimpan dalam  ribuan baterai lithium bekas laptop.

“Energi yang tersimpan dalam baterai tidak bisa langsung digunakan namun harus saya rakit lagi sebuah inverter yang tujuannya mengubah arus DC yang dari baterai lithium menjadi AC untuk digunakan menjadi listrik rumahan, dengan tegangan normalnya menjadi 220 volt AC,” kata Andhy.

Andhy menjelaskan kebutuhan listriknya dalam rumah rata-rata 6 kwh per hari sehingga bisa menghabiskan biaya Rp300 ribu dalam sebulan hanya untuk membeli pulsa listrik PLN. Namun dengan listrik dari sinar matahari dan baterai laptopnya, Andhy tidak lagi membeli pulsa listrik. Pulsa PLN sesewaktu harus dibeli bila musim hujan atau cuaca mendung dengan minimnya intensitas sinar matahari.

Menurut Andhy sistem kelistrikan PLN saat ini tentu lebih hemat dibandingkan dengan sistem yang ia buat. Namun bagi Andhy inovasinya mengedepankan kemandirian energi mulai dari rumah atau komunitas kecil. 

Alasan itu sudah dibuktikan ketika bencana badai seroja tahun 2021 meluluh lantahkan rumah warga hingga sistem kelistrikan PLN terganggu akibat banyak jaringan listrik rusak diterjang badai. Namun sistem kelistrikannya tetap bertahan dan membantu sistem kebencanaan.

“Ini sangat membantu di kala bencana ketika sistem kelistrikan terpusat seperti PLN mengalami gangguan dan mati, listrik independen seperti ini tetap hidup ini sudah dibuktikan seperti bencana badai seroja yang melanda NTT beberapa tahun lalu ketika ada 4 hari listrik mati saya di rumah tetap menikmati listrik. Apalagi ini sangat ramah ligkungan,” katanya.

Baterai Kunci Sistem Listrik Rumah

Andhy menambahkan, untuk listrik menggunakan panel surya memang mahal namun ini solutif untuk energi bersih dan mandiri energi. Di pelosok atau kampung yang tidak punya listrik PLN dengan jumlah penduduk yang kecil ini bisa jadi solusi.

“Yang mahal dari sistem tenaga matahari atau energi terbarukan itu adalah baterainya yang minimal harganya mencapai 25 juta rupiah,” ungkapnya.

Andhy mengungkapkan di Indonesia rata-rata irradiance atau penyinaran lebih baik dibandingkan Cina atau Eropa jadi ini keunggulan sumber daya kita yang harus dimaksimalkan sebaik mungkin. Bukan karena panasnya matahari namun irradiance yang dibutuhkan untuk mengubah sinar matahari menjadi daya listrik. 

Dalam perhitungan Andhy, seharusnya atau idealnya daya baterai laptop miliknya harus bisa mencapai 18 kwh dengan pertimbangan sistem keamanan dimana bila tidak ada cahaya matahari yang memadai dalam 3 hari berturut-turut. Namun sayang karena kekurangan dana ia hanya bisa mengumpulkan baterai dengan daya baru 9,6 kwh.

Bagi Andhy, karena dayanya terbatas maka pentingnya manajemen beban agar setiap daya listrik tidak terbuang percuma dan bisa bertahan hingga 3 hari.

“Sekarang ada 9,6 kwh namun itu belum dihitung losesnya ketika disalurkan sehingga idealnya hanya 6 kwh dan bila besoknya tidak ada cahaya matahari maka harus beli pulsa PLN. Maka di situlah saya harus lakukan manajemen beban atau daya. Saat listrik tidak digunakan saya buat otomatis mati,” tunjuk Andhy ke dapur dan kamar mandi yang listriknya menyala ketika ada seorang masuk ke dalamnya.

2 Tahun Tanpa Bayar Listrik PLN

Bunyi sebuah mesin seperti mesin pemanas air terdengar menderu kencang dari kamar mandi yang berdiri sendiri di luar rumah utamanya. Sesekali berhenti kemudian meraung lagi saat mesin bekerja ketika Novita Mannatapi isteri Andhy menggunakan mesin pemanas air buat mandi.

Buah manis mandiri energi listrik dapat dirasakan juga dalam kebutuhan rumah tangga Andhy. Istrinya Novita Mannatapi kini sumringah bila berbicara listrik untuk kebutuhan rumah tangganya. Pasalnya ia tidak banyak mengeluh karena listrik bisa dipakai tanpa harus membayar atau membeli pulsa listrik lagi.

Peralatan listrik berdaya besar seperti pemanas air di kamar mandi yang selalu rutin digunakan pada pagi dan sore hari karena cuaca Kota Bajawa yang sangat dingin dapat digunakan tanpa ragu akan beban biaya listrik, begitu pula dengan setrika listrik, alat pemasak nasi.

Menurut Novita, dalam kurun waktu 2020 hingga tahun 2022 mereka tidak membeli pulsa listrik PLN. Padahal sebelum ada listrik dari baterai lithium laptop bekas ini mereka biasa mengeluarkan biaya 200 hingga 300 ribu rupiah untuk biaya pulsa listrik.

“Tahun ini sempat membeli pulsa listrik akibat musim hujan dengan intensitas hujan panjang lebih dari seminggu,” kata Novita.

Kini energi matahari menjadi sumber energi utama keluarga Andhy dalam penggunaan sehari-hari. Meteran listrik dari PLN tetap dipasang hanya sebagai energi cadangan. Semua kebutuhan seperti memasak, penerangan, kulkas, pemanas air kamar mandi serta kebutuhan listriknya lainya diperoleh dari energi matahari yang disimpan dalam baterai lithium bekas laptop tanpa rasa khawatir kehabisan pulsa.

“Semuanya yang berhubungan dengan listrik dalam rumah saat ini kami pakai tenaga surya yang tersimpan dalam batrei bekas laptop ini. PLN tetap sebagai cadangan. Biasanya dalam sebulan bisa beli pulsa listrik 200-300 ribu, tapi kini kami tidak khawatir lagi,” pungkas Novita.

Andhy berharap energi listrik mandiri dan ramah lingkungan juga menjadi perhatian pemerintah agar menjadi negeri yang makmur dan mandiri. Transfer teknologi yang selama ini berkutat di Pulau Jawa dan sekitarnya perlu disalurkan ke daerah-daerah pelosok yang listriknya masih bergantung pada energi fosil demi meningkatkan rasio elektifikasi sesuai target pemerintah saat ini.

“Teknologi model begini harusnya sudah diedukasi sampai pelosok agar tidak timpang dan listrik bisa menjangkau ke pelosok tanpa membebani negara,” pungkas Andhy.

Tidak hanya buat keluarga sendiri rupanya listrik rancangan Andhy cukup membantu warga sekitar tempat tinggal mereka. Bila listrik PLN mengalami kendala jaringan sehingga teputusnya aliran listrik ke rumah mereka maka mereka akan ke rumah Andhy untuk sekedar menggunakan untuk mengisi baterai ponsel atau kebutuhan lainnya. Kondisi ini sudah terbukti ketika bencana badai seroja tahun 2021 lalu mereka berharap penuh pada listrik di rumah Andhy.

“Waktu bencana seroja itu hari listrik mati namun syukur kami masih aman karena terbantu dari listrik baterai laptop tenaga matahari ini, sehingga bisa berkabar dengan keluarga,” ungkap Radank salah satu warga sekitar.

Ansel Rema, salah satu warga Kota Bajawa mengungkapkan, sistem kelistrikan baterai laptop yang dibuat Andhy telah cukup membantu ia dan timnya ketika penyelenggaraan event sepak bola antar kabupaten di NTT. Energi dari baterai laptop sebagai cadangan energi ketika listrik PLN putus sehingga tidak mengganggu kegiatan.

“Sangat membantu selama 22 hari Soeratin Cup karena beberapa kali jeglek (listrik PLN mati),” ungkap Ansel.

Bupati Ngada, Andreas Paru, mengaapresiasi Andhy yang mampu berinovasi di tengah keterbatasan yang tentunya menjadi sumber energi alternatif buat listrik keluarga. Menurutnya suatu daerah, akan maju lebih cepat apabila sumber daya manusianya senantiasa melakukan inovasi yang memberikan manfaat bagi banyak orang.

“Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki ASN atas nama Andhy Burhanudin ini harus ditransformasikan kepada orang lain agar bisa dikembangkan dan banyak keluarga bisa menikmati manfaat dari energi alternatif ini, “ tutup Andreas.  (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya