Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ketua DPD Ingatkan Darurat Data Penduduk dan Desa di Indonesia

Mediaindonesia.com
19/12/2022 22:40
Ketua DPD Ingatkan Darurat Data Penduduk dan Desa di Indonesia
Ketua DPD RI LaNyalla M Mattalitti(Ist)

SEJUMLAH data yang dirilis kementerian dan instansi mengenai jumlah desa dan penduduk yang tidak sinkron satu sama lain mendapat sorotan dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Sebab, menurut dia, basis data sangat penting bukan hanya untuk pemilihan umum, tetapi lebih dari itu untuk perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pelayanan publik juga ketahanan sosial serta pembangunan demokrasi.

"Tetapi dari data yang ada, simpang siur dan tidak sinkron antarkementerian dan instansi. Ini tidak bisa dibiarkan. Apalagi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pernah menyebut ada sekitar 16 juta orang tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Belum lagi, desa fiktif yang diungkap Menteri Keuangan," ungkap LaNyalla di Surabaya, Jawa Timur, Senin (19/12).

Dalam keterangannya, LaNyalla yang pernah mengungkap Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif pada saat Pilkada Jawa Timur 2008 lalu itu membeber sejumlah temuannya. Di antaranya ketidaksamaan data yang dirilis Kementerian Desa, Kemenkeu, KPK, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.

Dalam data yang disajikan dan telah terekam di sejumlah media massa tersebut memang terdapat perbedaan mencolok terkait jumlah desa dan penduduk. Seperti pernah diungkap KPK saat rakor dengan Kemensos.

Menurut KPK, ada 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal, data itu adalah basis untuk penyaluran bantuan sosial. Selain itu ada NIK ganda sebanyak 1,06 juta orang. Juga ada 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS.


Baca juga: Bupati Klaten Serahkan SK Pengangkatan 726 CPNS Formasi 2019 Menjadi PNS


"Ini sudah diungkap KPK sejak tahun lalu. Tapi saya belum tahu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum. Apalagi Kemensos pernah mengajukan anggaran Rp1,45 triliun untuk program sentralisasi data," ungkapnya.  

LaNyalla juga mengungkap perbedaan pandangan antara Kemenkeu dan Kemendes terkait adanya desa fiktif. Awalnya, Kemenkeu menyitir ada 15 desa fiktif. Lalu saat saat rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Menkeu menyatakan terdapat juga permasalahan administratif pada penambahan desa baru di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Namun, Menteri Desa Abdul Halim membantah. Dia mengatakan tidak ada desa fiktif. Semua desa, kata dia, ada penduduknya.

Yang ironis, lanjut LaNyalla, saat Indonesia gencar melakukan vaksinasi tahun lalu, Menkes mengaku kapok menggunakan data Kemenkes karena disinyalir tidak tepat sasaran. Pihaknya mengaku memilih menggunakan data KPU yang baru saja menggelar Pilkada serentak.

"Padahal Pilkada serentak di 2020 tidak berlangsung di seluruh kabupaten-kota di Indonesia. Bagaimana mungkin data itu bisa menjadi acuan. Apalagi vaksin dilakukan 2021. Data pemilih yang sudah meninggal di-update dari mana?" tanya LaNyalla.

Jadi, menurutnya, darurat data ini merupakan persoalan serius. Terutama untuk mengambil kebijakan. Karena, imbuhnya, jika datanya salah, pasti kebijakan juga salah.

"Apalagi mau memaksakan pemilu legislatif dan pilpres langsung di 2024. Bisa runyam kalau faktanya kita masih seperti ini. Bisa saja ada DPT fiktif yang tidak diketahui oleh partai politik dan peserta pemilu," tandasnya. (RO/OL-16)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya