Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Program Sertifikasi Lahan BPN Terkesan Asal Jadi, Ini Akibatnya

Alexander P. Taum
10/11/2022 08:30
Program Sertifikasi Lahan BPN Terkesan Asal Jadi, Ini Akibatnya
Sejumlah warga menunjukkan sertifikat tanah dari prona sertifikasi lahan Kementerian ATR/BPN di Kupang, NTT, beberapa waktu lalu.(Ant/Cornelius Kaha)

PROGRAM  Nasional sertifikasi lahan yang gencar di lakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di berbagai daerah terkesan asal jadi. Sebab, petugas BPN dinilai lalai mengeluarkan sertifkat tanpa mengecek keabsahan warkah.

Warkah adalah seluruh dokumen persyaratan yang wajib di penuhi oleh pemilik tanah atau pemohon untuk mendapatkan legalitas hak atas tanah.

Alhasil, pemilik lahan sesungguhnya mulai mengancam melayangkan gugatan pidana penerbitan sertifikat tanah yang diterbitkan BPN itu.

Di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Pengadilan Negeri setempat, pada 27 Oktober 2022 memutus N.O, atas perkara perdata kepemilikan tanah antar warga.

Padahal, perkara atas tanah tersebut digugat oleh pemilik sertifikat.

Ren Wahon, salah satu tergugat perkara tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Rabu (19/11/2022), menjelaskan, dirinya bersama empat kerabatnya, digugat oleh pemegang sertifikat atas tanah yang sama.

"Tergugat dalam perkara ini atas nama Sebastianus Kristoforus Sabon Wahon, Maximus M.Y.Boleng Wahon, Ireneaus Ole Wahon, Maria Evayanti Wahon dan Katharina Runiyati Wahon. Kami digugat di atas tanah kami sendiri oleh pemegang sertifkat, dengan nomor 154, atas nama Petrus Pedate Tereng," ujar Ren Wahon.

Menurut Ren Wahon, sang pemegang sertifikat nomor 154, atas nama Petrus Pedate Tereng, mulanya meminta untuk menggarap tanah kepada almahrum ayahnya, F.X Wahon. Dalam beberapa kali panen, sang penggarap kerap membagi hasil garapan kepada almahrum ayahnya, selaku pemilik kebun.

Namun seiring perjalanan waktu, sang penggarap itu menerbitkan sertifikat tanah secara sepihak.

Menurut Wahon, kasus tersebut pernah diurus di desa. Pada saat itu ada kesepakatan yang di tuangkan dalam berita acara yang menyatakan bahwa tanah tersebut di kembalikan kepada anak-anak dari almarhum F.X.Wahon.

"Namun sampai tahun 2021, tidak ada itikad baik dari penggarap mengembalikan, maka kakak saya Boby Wahon bersama saya masuk ke lokasi tersebut untuk berkebun dan cetak batu bata," ungkap Ren Wahon.

Kondisi ini mendorong pemegang sertifikat nomor 154, atas nama Petrus Pedate Tereng, menggugat Ren Wahon serta kerabatnya secara perdata ke Pengadilan Negeri Lembata.

Pengadilan Negeri setempat, pada 27 Oktober 2022 akhirnya memutus N.O, atas perkara perdata tersebut.

Sementara itu, Kuasa hukum keluarga Wahon, Nandes Wahon menyebut adanya pengakuan dari Haka, salah seorang staf, dari bidang sengketa yang ditugaskan BPN Lembata untuk menghadiri persidangan di PN Lembata, 30 September 2022.

Dalam persidangan, Haka menjelaskan bahwa benar pada tahun 2007, ada prona di Desa Merdeka, dan pihak BPN telah melakukan pencarian terhadap Warkah yang dimaksud, akan tetapi yang ditemukan adalah bidang-bidang tanah yang lain. Sedangkan tanah yang disengketakan (antara Petrus Pedate Tereng versus keluarga alm F.X Wahon), tidak ditemukan Warkah apapun.

Menurut Wahon, persoalan serupa juga di alami masyarakat Lembata lainnya tapi karena belum terungkap saja. "Persoalan ini bukan hanya masalah perdata saja tapi berpotensi pidana, karena ada unsur penggelapan dan pemalsuan dokumen," ungkap Nandes Wahon. (OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya