Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Kemenparekraf Rangsang Desa Wisata Malangga Go Digital

M Taufan SP Bustan
09/10/2022 15:43
Kemenparekraf Rangsang Desa Wisata Malangga Go Digital
Salah satu atraksi di Desa Wisala Malangga, Tolitoli, Sulteng(MI/M Taufan SP Bustan)

DESA Malangga, Tolitoli, Sulawesi Tengah, masuk 50 desa wisata terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Desa wisata itu pun dirangsang go digital. 

Desa wisata Malanga telah melalui uji standar penilaian tim juri yang terdiri dari tujuh kategori. yaitu daya tarik pengunjung (alam dan buatan, seni dan budaya), suvenir (kuliner, fesyen, dan kriya), homestay, toilet umum, digital dan kreatif, cleanliness, health, safety, serta environment sustainability (CHSE), serta kelembagaan desa. 

“Mereka nantinya akan mendapatkan pembinaan dan pendampingan dari BCA melalui program Mitra Bakti BCA,” kata Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Vinsensius Jemadu saat berkunjung ke Desa Malanga mewakili Menteri Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, Minggu (9/10). 

Rombongan Kemenparekraf tiba di titik drop off disambut semarak oleh masyarakat setempat. Mereka kemudian diiringi oleh Tarian Maragai sebagai sebuah bentuk penghormatan kepada tamu yang datang ke desa tersebut. 

Vinsensius menjelaskan, persoalan yang kerap ditemui pelaku ekonomi kreatif adalah akses pemasaran,promosi, permodalan dan juga akses bahan baku. 

“Oleh karena itu Kita akan manfaatkan semua media yang kita miliki untuk membantu pariwisata yang ada di Tolitoli,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, Vinsensius memastikan, Kemenparekraf akan membantu masalah kemasa (packaging) yang sering menjadi kelemahan produk ekonomi kreatif rumahan, yang banyak ditemukan di Tolitoli. 

“Di Kemenparekraf ada satu bidang yang mempunyai program bedah desain. Mereka akan terjun ke daerah yang memiliki produk e craft luar biasa tapi kemasan masih minim, kita akan buat lebih kekinian,” tegasnya. 

Sedangkan untuk promosi, lanjut Vinsensius, Kemenparekraf akan berupaya mempromosikan produk ekonomi kreatif Desa Malanga secara on boarding, e commerce dan melalui platform online. 

“Ini salah satu langkah pemerintah untuk mendorong Desa Wisata Malangga go digital,” ujarnya. 

Bicara potensi wisata, Desa Malangga memiliki keunikan pada atap rumah mereka yang dikenal dengan istilah rumah “Langko”. 

Baca juga : Pj Gubernur Banten: Pemprov Lestarikan dan Perkenalkan Seni Budaya Lokal

Masyarakat lokal membuat atap rumah mereka dapat dibuka dan ditutup untuk menjemur hasil bumi seperti cengkeh agar langsung mendapat paparan sinar matahari. 

Selain itu, masyarakatnya juga terkenal akan produk gula merah yang masih mereka proses secara tradisional. 
Upacara adat panen dan tradisi sumpit masih terlaksana setiap tahun. Bahkan, keindahan alam di desa itu juga menjadi hal menarik untuk wisatawan datang berkunjung ke Desa Malangga, 

“Dan terdapat jalur sungai di tengah desa sering menjadi tempat wisata permandian serta tidak jauh dari pusat desa terdapat air terjun Malane,” papar Vinsensius. 

Ke Air Terjun Malane dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat selama kurang lebih 10 menit dari pusat desa dan dilanjutkan berjalan kaki kurang lebih 10 menit untuk tiba di pusat air terjun. 

“Keindahan alam dan segarnya aliran air menjadikan daya tarik wisata alam itu menjadi spot favorit masyarakat untuk berakhir pekan,” kata Vinsensius. 

Sementara Rumah Langko adalah bentuk hunian mayoritas penduduk setempat. Mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani cengkeh, cokelat, dan kelapa. 

Sedangkan soal kekayaan seni dan budaya, desa tersebut memiliki Tarian Moduai. Itu merupakan tari simbolisasi penyambutan tamu yang berkunjung ke Tolitoli. 

Konon, pada zaman kerajaan di Tolitoli, tarian itu sering digunakan untuk menyambut para tamu-tamu kerajaan yang berkunjung ke Tolitoli 

Kemudian, tambah Vinsensius di desa tersebut juga ada Maragai. Itu merupakan tarian etnis masyarakat etnis Tolitoli yang pada masa itu dilaksanakan untuk menyambut para raja dan tamu kerajaan. 

“Gerakan dasar pada tarian tersebut adalah gerakan silat, sehingga yang melakukan tarian ini laki-laki,” pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik