Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Sempat Anjlok, Produksi Susu Sapi Segar di Sidoarjo Naik Perlahan Pasca-PMK

Heri Susetyo
20/5/2022 12:26
Sempat Anjlok, Produksi Susu Sapi Segar di Sidoarjo Naik Perlahan Pasca-PMK
Produsen susu sapi di Sidoarjo(MI/Heri S)

WABAH penyakit mulut dan kuku (PMK) sempat memukul peternak sapi perah di Kabupaten Sidoarjo. Karena penyakit tersebut, produksi susu segar anjlok sekitar 90%. Namun kini sejumlah sapi kondisinya sudah membaik dan produksi susu segar naik lagi meskipun masih sangat kecil.

Salah satu peternak sapi perah yang memproduksi susu segar adalah Nurrotin, 55, warga Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Dua ekor sapinya dipotong paksa dan 10 ekor lainnya dijual paksa dengan harga anjlok. Sebelumnya, Nurrotin memiliki sekitar 50 ekor sapi perah termasuk yang baru saja lahir.

Produksi susu segar yang biasanya antara 150 liter hingga 200 liter per hari, anjlok tinggal 10 liter saja. Namun kini produksi susu segar naik lagi, meskipun masih sangat kecil.

Baca juga: Produsen Susu Sapi Segar di Sidoarjo Terpukul Wabah PMK

Menurut Nurrotin, produksi susu segarnya saat ini pelan-pelan naik menjadi 20 liter per hari. Hal ini seiring dengan membaiknya kondisi sapi yang sebelumnya terserang PMK.

Nurrotin menambahkan, meskipun sudah membaik, kondisi sapi-sapi perah miliknya belum pulih 100%. Sehingga sapi-sapi perah yang produktif dan bisa menghasilkan susu segar hanya satu liter per ekor setiap harinya. Wabah PMK mengakibatkan Nurrotin merugi lebih dari Rp100 juta. Namun dia berusaha bangkit, agar produksi susu sapi segar normal kembali.

"Sapi-sapi yang saya jual terpaksa hanya laku Rp7 jutaan," kata Nurrotin, Jumat (20/5).

Produsen susu sapi segar berharap ada bantuan pemerintah, karena dampak wabah PMK tersebut sangat memukul usaha. Dia berharap ada kelonggaran pembayaran cicilan bank, karena produksi susu nyaris tidak ada lagi. Tidak ada produksi susu otomatis juga tidak ada pendapatan untuk membayar cicilan bank.

"Belum lagi para pekerja di sini juga kehilangan pemasukan, padahal mereka juga harus mencukupi keluarga," ucap Nurrotin.(OL-5)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya