Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Serangan Terhadap Dokter Muda Di Pedalaman NTT Disorot

Palce Amalo
28/10/2021 19:40
Serangan Terhadap Dokter Muda Di Pedalaman NTT Disorot
Ilustrasi(DOK MI)

KASUS penyerangan terhadap seorang dokter muda yang bertugas di sebuah puskesmas di Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) disorot dalam Pertemuan Tim Teknis dan Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Pravelensi Stunting Kota Kupang, Kamis (28/10).

Dokter berinisial LB, 26, nyaris mengalami kekerasan seksual di bawah ancaman parang oleh seorang pemuda setempat pada Juni 2021. Pelaku ditangkap di Pulau Semau, Kabupaten Kupang pada awal Oktober 2021. Beberapa hari setelah kejadian, dokter muda tersebut memilih meninggalkan tempat tugasnya dan kembali ke Kota Kupang.

"Ada banyak kejadian, nakes tidak terjamin keamanannya. Kenapa bidan tidak mau tinggal di desa karena salah satunya faktor keamanan," kata Program Manager Momentum United States Agency for International Development (Usaid), Dokter Idawati Trisno.

Menurutnya rata-rata bidan yang bertugas di desa berusia antara 20-21 tahun sedangkan dokter muda berusia sekitar 24-25 tahun. Mereka  ditugaskan di puskesmas di wilayah kecamatan yang jauh dari kota untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. "Bagaimana mereka mau betah tinggal di desa, tetapi keamanannya tidak terjamin?," tanyanya.

Dia mengatakan, bidan yang bertugas di wilayah perkotaan, keamananya terjamin dengan baik. Berbeda misalnya di wilayah Kabupaten Sumba Timur, puskemas atau di wilayah yang jauh dari permukiman penduduk. "Siapa yang berani tinggal di situ kalau ada apa-apa dengan dia, tidak ada yang tahu," kata Idawati.

Kekurangan tenaga kesehatan dan juga fasilitas yang tidak memadai, serta jarak antara permukiman penduduk dengan fasilitas kesehatan, menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka kematian ibu hamil dan bayi di NTT.

Meskipun saat ini, NTT bukan termasuk dalam lima besar provinsi penyumbang 50 persen angka kematian ibu,, tetapi angka kematian ibu masih tinggi. Pada 2018 angka kematian ibu mencapai 141 orang, 2019 turun menjadi 93 orang dan 2020 naik lagi menjadi 151 orang.

Persoalan lain yang membuat penanganan terhadap ibu hamil lambat adalah budaya masyarakat setempat. Di beberapa desa, ibu hamil yang mengalami pendarahan, tidak secepatnya dibawa ke rumah sakit. "Harus tunggu keluarga besar semua berkumpul, berdoa dulu," kata Dia.

Padahal, jika pendarahan berlangsung selama dua jam tanpa ditangani oleh tenaga kesehatan atau di fasilitas kesehatan yang memadai, bisa  berdampak terhadap nyawa sang ibu. "Di kota mungkin tidak terlihat, tetapi lain ceritanya di kabupaten yang terpencil," tandasnya. (OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya