Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pengacara Sekda Riau Non Aktif Nilai Tuntutan Jaksa Tidak Cermat

Rudi Kurniawansyah
25/3/2021 18:07
Pengacara Sekda Riau Non Aktif Nilai Tuntutan Jaksa Tidak Cermat
Sidang pembacaan eksepsi kasus korupsi di Bappeda Siak, Riau di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (25/3).(MI/Rudi Kurniawansyah)

TUNTUTAN jaksa terhadap Sekda Riau non aktif, Yan Prana Jaya, terdakwa kasus korupsi pemotongan biaya perjalanan dinas pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak, periode 2013 hingga 2017, dinilai tidak cermat. Karena itu, pengacara meminta majelis hakim membebaskan Prana Jaya.

Hal itu diungkapkan pengacara Prana Jaya saat membacakan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (25/3). "Kami meminta majelis hakim segera membebaskan terdakwa Yan Prana Jaya," kata pengacara Prana Jaya, Asrialdi Tanjung.

Sidang yang digelar secara virtual itu dipimpin ketua majelis hakim Lilin Herlina. Adapun terdakwa Yan Prana Jaya mengikuti sidang dari Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru.

Asrialdi menegaskan dengan tidak adanya SPDP kepada terdakwa Yan Prana sejak ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan selama lebih dari 3 bulan membuat tidak ada kekuatan hukum yang mengikat. Ia menilai, dakwaan jaksa penuntut juga kurang cermat atas dugaan korupsi yang dilakukan terdakwa saat menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, pada 2013 hingga 2017.

Selain itu, menurutnya jaksa penuntut gagal dengan memberikan dasar kerugian negara sebesar Rp2.895.349.844,37 atas pemeriksaan InspektoratKota Pekanbaru. Padahal kejadian berada di Kabupaten Siak dan bukan kewenangan inspektorat Kota Pekanbaru.

Pengacara juga menilai jaksa penuntut kurang cermat lantaran mengaitkan dugaan mark up dan semua pengeluaran item makan dan minum sepanjang 2013-2017 di Bappeda Siak terhadap terdakwa. Padahal itu sama sekali berbeda.

Atas eksepsi pembelaan terdakwa, JPU Himawan mengatakan akan menyusun tanggapan atas eksepsi tersebut. Majelis hakim lalu menyatakan untuk melanjutkan sidang pada pekan depan dengan agenda mendengarkan jawaban JPU atas eksepsi tersebut.

Yan Prana diduga bersama-sama Bendahara Donna Fitria yang perkaranya terpisah, kemudian Ade Kusendang dan Erita melakukan pemotongan biaya perjalanan dinas sebesar 10 persen dari setiap pelaksana kegiatan. Dari hasil audit inspektorat, terdakwa dinilai telah merugikan negara sebesar Rp2.895.349.844,37.

Atas perbuatan itu, terdakwa Yan Prana dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal Pasal 12 huruf (f)  Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah  dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal  55 ayat (1) ke-1 KUHP. (OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya