Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Prihatin Pantai Kotor Siswa Sukma Bangsa jadi Relawan Kebersihan

Amiruddin Abdullah Reubee
24/12/2020 16:55
Prihatin Pantai Kotor Siswa Sukma Bangsa jadi Relawan Kebersihan
Siswa SMA Sekolah Sukma Bangsa, Pidie, menjadi relawan kebersihan saban minggu.(MI?Amiruddun)

LANGIT terlihat sedikit mendung, sepertinya sangat bersahat terhadap mereka yang sedang beraktivitas di alam terbuka. Seolah memayungi anak manusia yang ada di muka bumi dan melindungi alam sekitarnya.

Suasana tepi pantai Selat Malaka, tepatnya di kawasan Desa Benteng, Kecamatan Kota Sigli, Ibukota Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh pukul 09.30 Wib itu sangat teduh. Seolah ingin bersahabat dengan siapa saja yang sedang berada di lokasi tersebut.

Satu kelompok siswa kelas XII SMA sekolah Sukma Bangsa Pidie, mulai datang dan berkumpul di tepi pantai berpasir hitam itu. Masing-masing bernama  Alfi Zamriza, Ghina Zuhaira, Raisa Devina, Sophia, Assya Azza Ulayya, Nur Fazilla, Syifa Salsabila dan Dhia-ul Basyirah.

Mereka sedang menempuh semester terakhir di lebaga pendidikan Yayasan Sukma Bangsa yang didirikan Media Group paska Tsunami Aceh 26 Desember 2004 itu.  Delapan siswa-siswi ini terkesima ketika menerawang ke semua penjuru yang banyak berserakan sampah. Diantaranya adalah botol plastik, bekas bungkusan makanan, popok bayi, sandal bekas, sampah elektronik, berbagai jenis sampah rumah tangga dan banyak lagi lainya.

Merekapun terpikirkan, ini adalah suatu karakter bangsa yang masih krisis terhadap kesadaran memelihara kebersihan alam sekitar dan kelestarian bahari. Setelah berdiskusi singkat antar sesama, mereka langsung mengeluarkan karung plastik yang telah dipersiapkan untuk memungut dan memasukkan beragam sampah berbahaya tersebut. Guna melindungi dari kemunginan tercemar bakteri, remaja pelajar ini tidak lupa memakai sarung tangan.

"Kami menyelamatkan alam sebagai habitat makluk hidup dan memelihara keletarian lingkungan demi masa depan yang lebih baik. Ini juga pertanda kami adalah golongan orang-orang beriman. Sebagaimana Rusulullah Bersabda: Kebersihan itu adalah setengah dari iman" tutur Ghina Zuhaira, seorang anggota kelompok dari Sekolah Sukma Bangsa (SSB) tersebut.

Setelah berbagai sampah berbahaya dipungut dari lokasi sekitar satu kilometer di bibir pantai Selat Malaka itu, mereka memasukkan dalam kantong-kantong plastik besar. Lalu ditumpuk pada satu titik di pelataran pasir pantai yang mudah terjangkau angkutan roda empat.

Kemudian mereka merongoh kocek mengumpulkan uang secara patungan untuk menyewa sebuah becak motor yang memiliki bok khusus tempat sampah. Semua sampah dari hempasan ombak laut itu dibuang ke tempat pembuangan akhir milik Pemerintah Kabupaten Pidie, di kawasan hutan Kecamatan Padang Tiji, sekitar 10 Km arah Barat Kota Sigli.

Dikatakan Ghina Zuhaira, kegiatan gerakan memungut sampah di bibir Selat Malaka yang dinamakan community service (cs) menjadi satu syarat kelulusan bagi siswa Sekolah Sukma Bangsa (SSB), Serta bentuk kepedulian para siswa terhadap kebersihan di lingkungan pantai. Kegiatan mulia ini juga digelar dalam rangka peringatan 16 tahun bencana dahsyat gempa dan tsunami Aceh.

Kalau ada sekolah lain, memungut sampah sebagai sanksi terhadap siswa yang melanggar aturan, tapi di SMA Sukma Bangsa dijadikan merupakan syarat kelulusan anak didik.

"Dengan adanya kegiatan ini diharapkan masyarakat setempat juga ikut sadar akan pentingnya menjaga kebersihan di area pantai agar tetap bersih dan indah" jelas Ghina Zuhaira.

Menurut Ghina, pihaknya prihatin melihat hasil penelitian World Economic Forum (WEF) tahun 2016 lalu, yang menyatakan  tiga negara penyumbang terbesar sampah plastik di laut. Masing-masing adalah Indonesia, Malaysia dan Filipina. Diperkirakan dari Indonesia saja 400 ribu ton sampah setiaptahun masuk ke laut.

Hanya 14 persen sampah di dunia yang bisa dan sudah didaur ulang. Selebihnya masih menjadi ancaman lingkungan hidup. Bila tidak segera diatasi, pada tahun 2050 dikhawatirkan populasi ikan di laut terus menyusut. Kemudian akan berbanding terbalik, yakni jumlah sampah lebih banyak dari jumlah ikan.

Mereka berharap di tahun 2021 tidak ada lagi pencemaran laut dan lingkungan oleh sampah masyarakar. "Kita harus menyadari dan bertanggung jawab terhadap kelestrian alam yang bebas sampah" ketus Ghina Zuhaira. (OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya